Ada apa dengan hatiku ?
Entahlah, sejak dua minggu lalu aku sepertinya berada di suhu yang sangat dingin. Membekukan semua yang ada padaku. Keegoisan yang diberikan Tuhan pada diriku tiba-tiba menyeburat begitu saja dan dibarengi dengan matinya perasaanku.
" Aku masih menaruh kepercayaan itu padamu."
Kata-kata penghibur itu aku telan mentah-mentah tanpa ingin membantahnya. Sebenarnya bisa saja aku balik bertanya seperti kepercayaa jenis yang bagaimana ? Kepercayaan untuk apa ? Apa kepercayaan itu ? Dan sebagainya. Tapi bibirku hanya mengulas senyum dan kemudian mengeluar kata-kata yang aku rasakan sendiri mengandung rasa muak yang begitu dalam,
"Akan aku pegang kepecayaan itu dan aku tidak akan mengecewakanmu"
Bullshit !!!
Aku tercengang sendiri mendengar ujaran yang keluar dari bibirku itu. Bagaimana mungkin aku sebegitu munafiknya ? Padahal aku marah besar atas penghinaan yang sudah dilakukannya terhadapku. Aku tersinggung yang amat dalam atas perbuatannya yang ditujukan kepadaku. Sudah sepantasnya kalau aku melontarkan kata-kata kasar terhadapnya. Tapi......aku selalu begitu sebab aku punya keyakinan yang berbeda dengan orang selain aku. Barangkali tingkat pengaturan emosiku yang benar-benar tidak sejalan dengan faal tubuhku sehingga aku sendiri terkaget-kaget dengan caraku menjawab setiap kalimatnya.
Ah, mungkin juga dia tidak memperhatikan hal itu. Yang pasti, tidak ada lagi bantahan sesudahnya dan kami membicarakan hal rutin seolah tidak ada permasalahan.
Entah disadarinya atau tidak, sejak pembicaraan hari itu, aku semakin menarik diri dari segala kepentingan. Padahal Pak To yang membimbing aku selama ini pernah berujar
" Kamu jangan menutup diri agar orang tahu siapa kamu yang sebenarnya.....jangan sampai orang-orang seperti saya justru kecewa begitu tidak bertemu kamu baru mengetahui kelebihan-kelebihan yang ada pada dirimu "
Maafkan saya Pak To, saya tidak dapat lagi memenuhi saran Bapak karena saya merasa sangat ditipu atas kejadian kali ini. Airmata adalah satu-satunya wujud yang bisa terlihat karena benar-benar mengalir. Tetapi bila mengalirnya tidak di tempat umum maka tidak semua orang yang tahu dan menyadarinya.
Hari itu aku bersimpuh dengan mukena masih membalut di tubuhku. Dzikirku sudah usai. Aku termenung sejenak, teringat kembali pada nasehat Bu Mel yang sempat bertemu aku beberapa hari yang lalu,
" Untuk apa kamu menyiksa diri kamu sendiri dengan penyakit itu ? Sakit yang muncul karena pikiran maka harus dihilangkan juga pikiran itu. Sekarang lihat anak-anakmu.....apakah mereka layak kamu abaikan karena kamu sakit ? Mereka mengharapkan kesehatan darimu jadi..... kembali pada Tuhan saja semuanya"
Ya......kembali pada Tuhan. Aku sudah lama tidak menangis di pangkuan Tuhanku sejak fitnahan tertuju kepadaku yang berujung pada pertengkaran antara El dan Bu Nay. Aku merasa, Tuhan membiarkan aku dan tidak menjawab do'aku sebab tetap membiarkan tukang fitnah itu merdeka berlalu lalang dihadapanku seolah bagai malaikat suci yang membantu setiap orang.
Ya ampuuuun......pikiranku semakin membelalar ke arah yang lebih jauh lagi. Lebih-lebih pada kalimat yang meohok ke ulu hatiku beberapa waktu yang lalu
" Ibu....siapkan berkas-berkasnya untuk kenaikan pangkat ya....."
" Saya naik pangkat Bu ? Saya sudah mentok dengan pangkat saya dan hanya bisa naik kalau saya menduduki jabatan atau saya selesai S-2"
" Ibu....siapkan berkas-berkasnya untuk kenaikan pangkat ya....."
" Saya naik pangkat Bu ? Saya sudah mentok dengan pangkat saya dan hanya bisa naik kalau saya menduduki jabatan atau saya selesai S-2"
Aku menjawab memang agak emosional dan emosional inilah yang menghantarkan aku duduk di tikar sembahyangku dengan telekung utuh di badanku.
" Ya Allah......sejujurnyalah aku terluka atas perbuatannya ini......aku terdzolimi....aku dihinakan... aku direndahkan dan aku merasakan kesakitan yang teramat sangat dalam hati dan pikiranku...... Sesungguhnya, aku tidak kuat menanggung perlakuan ini Ya Allah.....karena itu, berikan sedikit kekuatan milikMU untukku...... berikan sedikit kesabaran milikMU untukku..... Ya Allah..... betapa kejinya perbuatan mereka yang berlaku dzalim atas aku......hanya ENGKAU yang dapat membalasnya ya Rabb.....aku hanya bisa memohon kepadaMU karena aku hanya datang dan bermohon kepadaMU......balaskan perbuatan mereka dengan segala kebaikanMU ya Allah.... ampuni kesalahan mereka dan bukakan pintu hati mereka agar berhenti berbuat dzalim sebab tidak semua orang yang tahan atas kedzaliman ini..... Ya Allah.....aku berserah diri hanya kepada ENGKAU"
Aku kembali pada diriku yang sebelumnya. Berada pada batas pikiranku sendiri sepanjang tidak melawan hukum dan sepanjang tidak melawan perintah Tuhan maka itu yang akan aku lakukan.
Entah mereka sadari atau tidak, jiwaku sudah selalu berada di sekitar mereka sepertinya mereka sudah dekat sekali denganku. Padahal wadagku tidak lagi bisa diajak bersama dengan jiwaku karena Tuhan sudah menempatkan aku pada sisi dimana aku berkuasa atas hati dan pikiranku sendiri.
Entah ada apa dengan hatiku ini.............kulihat mereka meraung-raung menangis sambil sesekali memukul kepalanya sendiri sedang tangan-tangan mereka satu sama lain dihubungkan dengan borgol yang terlihat ketika mengusap airmata.......sekilas aku mendengar diantara mereka bersuara
"Perbuatan dzalim tidak akan mematikan hati dan pikiran orang lain melainkan mematikan hati dan pikiran pendzalim.......saat hati dan pikiran terbuka karena hidayah dari Allah Ta'ala.....sudah tidak dapat lagi meminta ampun dan maaf sebab yang kamu dzalimi lebih dikasihi Allah"
Suara raungan itu semakin keras tetapi aku semakin menjauh. Entah, ada apa dengan hati ini sepertinya sudah membeku atas kedzaliman mereka.
Catatan Minggu 22-02-2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar