Aku ingin memperkenalkan namanya yang sangat panjang dan terkesan penuh kharisma itu. Tapi tidak usahlah. Panggil saja dia dengan sebutan Jie. Mudah dan praktis bukan ?
Aku kenal tidak sengaja dengan Jie. Melalui dunia yang tidak jelas......yaitu dunia frekwensi lokal radio 2 meter band. Tetapi, Jie bukanlah makhluk maya sebab kenyataannya, laki-laki itu kakak kelasku. Hahay, di kota yang hanya memilik empat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas itu, sudah barang tentu sekolah negeri tempat kami bersekolah inilah yang terbaik. Tidak heran bila manusia-manusia di dalamnya juga lebih canggih dibanding sekolah lainnya.
Memiliki perangkat radio 2 meter band bukanlah hal yang biasa-biasa saja sebab saat itu hanya dimiliki oleh para pejabat atau orang yang berada di kelas ekonomi menengah ke atas. Aku tentunya bagian dari itu karena posisi kedua orangtuaku. Cieeeee narsis katanya, di jaman sekarang ini. Dan Jie....salah satu pemilik alat komunikasi yang canggih dijaman itu.
Komunitas radio lokal di kota ini memang dihuni sebagian besar dari sekolahku. Seperti yang menggunakan nama "Yank-qu" sebenarnya kakak kelas yang dijurusan IPS sedangkan yang satu kelas dengan lelaki itu ada Nela, Susi, Maria, Tulus, Roy dan banyak lagi. Teman seangkatan dan sekelasku malah lebih canggih lagi......mereka sering merakit sendiri pesawat radionya dan on air di frekwensi yang mereka sepakati. Dunia maya.....bermula dari sini.
Kembali soal Jie, kakak kelasku yang satu ini cukup antik. Dia tahu, aku yang sering on air dengannya setiap malam. Terkadang, pada malam tertentu dia sedang mengerjakan pekerjaan rumah seperti setrika baju, mengerjakan pe-er dan sebagainya.......dia suruh adiknya memegang mikropon dan mengatur lalu lintas obrolan antara kami berdua. Heiiiiiheeeeyyy......tapi selalu berakhir di udara saja sebab jam sekolah kami berbeda. Aku masuk siang sedangkan Die masuk pagi. Bukan kenapa-kenapa sih.....karena sekolah kami sedang dibangun menjadi sekolah permanen.
Hari itu, dikantin depan sekolah, Jie menguntit dari belakang, saat aku dan teman-teman sekelasku membolos dan membeli jajanan di kantin itu. Jie duduk tidak jauh dariku. Sambil menikmati tahu-tempe goreng terjadilah dialog antara aku dan Jie.
" Bolos lagi ya Yan ?"
" Hemmmmhh....kenapa emangnya ?"
" Enggak.......Nggak takut ditegur Pak Gun?"
" Yaaa kan rame-rame....jadi dimarahinnya juga rame-rame "
" Nanti sore ada jadwal ?"
" Iya....di rumah Bowo tuh....latihan nyanyi"
" Ditunggu ya..."
" Latihan juga ?"
"Iya....karate hehehe.....mau ikut ?"
" Enggak ah....bukan bidangku"
" Ya udah.....ntar sore tunggu ya ?"
" Apanya ?"
" Di rumah Bowo kan ?"
"Gimana sih....katanya latihan karate koq disuruh nunggu ?"
" Aku karatenya di lapangan kantor bupati....kan satu arah ?"
"Oooooh.....boleh lah....emang mau ngapa ?"
Jie tidak menjawab melainkan berdiri dan mengejar temannya yang sudah keluar dari kantin setelah menyerahkan uang dua ribu rupiah sambil menunjuk ke arahku. Aku menggeleng dan Sahrul temanku sekelas kemudian mengangguk sambil menunjuk dirinya. Jadilah, uang dari Jie yang mestinya buat bayarin tahu-tempe yang kumakan, dibayarkan buat Sahrul. Dasar semprul.....
Sore itu, aku dan Jie emang jalan barengan. Hanya saja, dia sambil menuntun sepeda-nya sedangkan aku memegang payung. Cieeeee kayak di filem-filem romantisan aja kayaknya. Naaah tapi ada temanku yang lain disamping dan dia juga sedang berjalan beriringan dengan kami. Makanya, Jie tidak berani bicara banyak. Sampai di simpang tiga, kami harus berpisah. Sebelum berpisah, Jie meminta agar aku on air malam ini.
Malam minggu ini sudah pukul sembilan. Aku masih bersama Jie di frekwensi dengan angka acak setiap 15 menit dengan kode mengantuk nih. Bagaimana cara mengacaknya ? Hanya aku dan Jie yang tahu. Bila kami on air dari usai shallat Isya tadi maka sudah lima frekwensi kami berpindah. Di frekwensi yang terakhir, Jie memintaku untuk bersabar sedikit.....ada yang dia persiapkan. Aku menuruti apa maunya. Setelah frekwensi hening beberapa saat, aku mendengar suara denting gitar.
" Jie....mau nyanyi ?"
"Kamu suka nyanyi kan Yan ? Aku juga"
"Ini mau nyanyi apa Jie ?"
"Kalo kamu jago nyanyi....ayo tebak, lagu apa ini ?"
Jie memainkan gitarnya dengan melodi yang sudah aku hafal. Dari lagu anak-anak sampai lagu dewasa bisa kutebak.
" Ini lagu buat kamu, Yan..... tebak dulu....nanti kunyanyikan ,"
Jie memetik gitarnya, tanpa melodi dann aku hanya mencoba mengikuti irama yang dia mainkan.
" Punya Bimbo ya Jie ?"
"Iya....apa Yan ?"
"Ntar dulu.....nti nyanyiin buat aku ya ?"
"Kalo tebakannya benar...."
"Citra ya Jie ?"
"Kamu pintar Yan...."
Akhirnya, Jie menyanyikan lagu itu sampai habis.
" Yan.... kamu lebih memilih disayang apa dicintai ?"
"Dua-duanya Jie...."
"Satu aja Yan...."
"Aku nggak milih kalo cuman satu"
"Aku nggak milih kalo cuman satu"
"Kalo aku punyanya cuman satu Yan.....sayang aja"
"Koq nggak cinta ?"
"Karena sayang lebih luas daripada cinta Yan...."
"Saking luasnya kan sayang buat keluarga besar Jie.....buat kekasih apa dong ?"
"Saking luasnya kan sayang buat keluarga besar Jie.....buat kekasih apa dong ?"
"Aku belum mau punya kekasih "
"Siapa yang menyuruh kamu punya kekasih ? Sayang sama cinta tadi tu loh"
" Kamu mau enggak nunggu aku sampai selesai kuliah "
"Jie....emang aku disuruh nunggu, mau dijadikan apa ?"
"Pendamping hidupku Yan.....mau enggak ?"
"Jie....bukannya ntar kita belum tahu siapa jodoh kita ?"
"Aku mau....kamulah jodohku Yan"
"Kita nggak bisa memastikannya Jie....siapa tahu kita ketemu jodoh yang berbeda"
"Yan....kalau nanti ternyata kamu dah merried dan aku juga dah punya pasaangan....boleh dong kita cerai dari pasangan dan kemudian kita bedua jadi pasangan ?"
Aku tidak berani menjawab kalimatnya malam itu. Itu bukan pembicaraan terakhir sebab masih ada on air-on air di malam hari. Masih ada lagu Citra dari Jie untukku. Sampai akhirnya Jie mengatakan sesuatu padaku melalui frekwensi itu.
" Yan...besok kita ketemu di kantin ya ? Ada yang mau aku titipkan sama kamu "
Itu hal terakhir pembicaraan aku dengan Jie. Sebab, aku tidak berani menemuinya di kantin. Bukan karena takut dimarah Pak Gun gara-gara membolos lagi melainkan aku takut tidak bisa menerima apa yang dititipkan Jie kepadaku. Jie mungkin kecewa sebab hingga kelas berakhir aku tidak juga muncul. Sedangkan aku tidak menyangka bahwa itu hari perpisahan antara aku dan Jie sebab beberapa hari kemudian aku tidak mendengar suaranya di radio. Aku tidak mendapatkannya di jam istirahat. Aku tidak ditunggunya sepulang sekolah. Aku tidak lagi melihat senyumnya setiap berjumpa denganku. Ternyata, orangtuany yang hakim itu, dipindah ke Makassar......
Semoga, Jie membaca blogspot-ku ini. Aku hanya ingin menyampaikan kalimat ini padanya :
Jie......sesungguhnya akau pernah menyayangimu.....sesungguhnya aku pernah setia padamu....tetapi ketidak pastian menyudutkan aku pada hidupku......setelah bertahun tak lagi kudengar Citra darimu, aku bersenandung sendiri lagu indah itu......bertahun-tahun lamanya
Saat ini, aku sudah memiliki anak bahkan hampir memiliki cucu.....tidak mungkin aku mengikuti apa maumu meski suatu saatt kita akan bertemu.......
Maaf Jie, aku ternyata memang diciptakan bukan menjadi jodohmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar