Datang Tak Diundang
Hari itu, aku melihatnya duduk di teras rumahku. Santai sekali, memandang kesana-kemari seolah menyatakan betapa dia menikmati posisi duduknya. Kudekati, lalu kusapa
"haaaaaiiiiii" ujarku. Dia menoleh dan tentu saja tidak akan menjawab dengan sapaan balik melainkan dengan suaranya yang terdengar ramah......
"miiiyaaaooonggg...."
Kubelai bulunya yang berwarnaa kuning, ekornya yang membentuk huruf S itu mengibas kegirangan.
"Kamu sesat ya ? Lapar ? Sini ikut aku....ada ikan di dapur dan nasi buat kamu" ujarku seraya menghentikan belaian di bulunya. Kucing itu meloncat dari tempat duduknya dan mengikuti aku masuk ke rumah.
" Kucing siapa Yan ?" tegur bunda ketika melihat aku mengangkat kucing itu dan kubawa ke dapur.
" Entah Bun....ada di depan dan kayaknya lapar nih kucing " sahutku terus meletakkan kucing itu di dekat lemari dapur kemudian menyiapkan makanan untuknya.
Kucing berbulu kuning itu makan dengan lahap. Aku menunggu sampai dia selesai makan. Aneh, aku merasa dekat dengan kucing itu. Sesudah makan, aku berdiri dan kucing itu mengikutiku. Aku melangkah ke kamar kecil terus aku katakan,
" Ini tempat kamu kencing dan buang kotoran.....jangan berak sembarangan apalagi kencing sembarangan sebab nanti kami susah shallat,"
Entah mengerti atau tidak, aku harus menyampaikan kepada makhluk itu mengenai aturan main bila mau tinggal di rumahku. Hehehe padahal aku belum bertanya pada kucing itu, apakah dia mau tinggal di rumahku aku tidak.
Ikuti Aturan Rumah
Sudah sebulan kucing itu tinggal bersamaku. Ayahku sudah memberi pengumuman barangkali ada yang kehilangan kucing.....namun satupun dari tetangga di komplek tempat tinggalku tidak ada yang datang dan mengambilnya. Jadilah kucing itu dalam pemeliharaanku. Barangkali ini kucing agak ajaib sebab sejak dia datang tidak pernah kencing sembarangan bahkan bila dia akan berak mengeong-ngeong minta dibuakan pintu toilet. Padahal jenis kelamin-nya jantan.
Aku, anak tunggal dalam keluargaku jadi di rumah aku sering tinggal sendirian. Kakak- adikku laki-laki jadi mereka punya kehidupan tersendiri. Adanya kucing itu memberikan kehidupan yang berbeda bagiku sebab dia bisa mengajak aku main kejar-kejaran. Kadang kala sepertinya kucing ini mengajak main petak umpet bahkan bisa mengaget-ngagetin bila kita seolah-olah tidak melihatnya. Entahlah, kehadiran kucing ini memang membuat suasana baru saja bagiku. Aku memberi nama : Ninoy
Ninoy naik sepeda motor
Suatu hari, sepulan bepergian aku meliat Ninoy berjalan dilapangan bermain tak jauh dari rumahku. Kuhentikan Honda Astera warna hitam itu dan kupanggil namanya. Kucing itu menjawab terus berhenti dan memandangku.
" Mau naik motor sini ? Ayo jalan-jalan...." kataku sambil menepuk jok bagian belakang. Subhanallah.....kucing itu melompat ke atas jok yang kutepuk dan duduk dengan tenangnya sambil mengibas-ngibaskan ekor.
"Jangan melompat yaaaa apalagi kalau jalanan sedang ramai...." ujarku yang disahuti dengan suara meong dari mulut Ninoy. Sepeda motor aku jalankan pelan-pelan, takut Ninoy terkejut dan melompat. Tapi tidak....dia tetap santai di tempatnya. Gas motor agak kunaikkan, Ninoy tetap ditempatnya. Akhirnya aku berputar-putar di komplek perumahan dengan membawa Ninoy di belakangku. Jadilah aku tonton-tontonan orang-orang di komplek sebab memboceng seekor kucing di kendaraan roda dua !!!
Jangan Berjanji Padanya
Bunda sempat kelabakan gara-gara sudah dua hari Ninoy tidak mau menyentuh makanan yang disediakan di piringnya. Dikira Bunda karena Ninoy dah bosan dengan piring makannya. Tetapi ternyata tetap saja Ninoy tidak menyentuh makanan meski piringnya sudah diganti.
Karena dua hari tidak makan, kucing itu benar-benar kehilangan gairah. Aku juga panik dibuatnya, sebab dia hanya minum kemudian merebahkan diri di dekat lemari makan. Entah tidur, entah menahan lapar.....yang pasti matanya selalu terpejam.
Pada hari ketiga, Bunda pulang dari kantor membawa ati ayam yang digoreng kemudian meletakkannya di atas meja. Ninoy bangkit dari posisi berebah dan mengeong panjang lebar meraih-raih kaki Bunda. Saat itulah Bunda tertawa terpingkal-pingkal. Aku tidak mengerti kenapa Bunda tertawa kegelian seperti itu. Sebenarnya, bisa saja Ninoy bertindak liar dengan melompat ke meja dan membawa lari ikan yang diinginkannya apalagi sudah dua hari dia tidak makan. Tapi Ninoy malah mengais-ngais kaki Bunda. Aku pikir itulah yang bikin Bunda tertawa geli.
Ninoy berhenti mengeong setelah Bunda menyiapkan makanan di piringnya dengan lauk ati goreng. Seusai mencuci tangan, Bunda menghampiriku ujarnya.....
" Ninoy itu nggak bisa dijanjiin.....beberapa hari lalu Bunda janji kalau dia bisa menangkap tikus yang lari-lari di atap rumah....akan Bunda belikan ati ayam,"
" Tikusnya dapat Bun ?" tanyaku spontan. Aku tidak tahu hal itu sebab beberapa hari yang lalu aku dapat tugas dari Ketua AMPI untuk ikut kegiatan di tingkat provinsi.
" Iya, tikusnya dapat....dia banting-banting di depan Bunda sampai mati terus dia tinggalkan....dibuang ayah ke tengah belukar sana tikusnya....."
" Terus.....???"
" Bunda lupa membelikan ati ayam......makanya Ninoy nggak mau makan..."
Dan aku terbahak-bahak mendengar cerita Bunda. Ninoy cuma berhenti sebentar, mengangkat wajahnya terus mengeong singkat lalu menghabiskan suguhan di piringnya. Ati ayam yang dijanjikan Bunda !!!
Teman Karibnya
Sebelum Ninoy datang, aku kerap sendirian di rumah. Kehadiran Ninoy menyebabkan aku punya teman. Sebelum Ninoy datang, sebenarnya Bunda punya peliharaan burung tiung yang diberi nama Iyung.
Burung ini bisa menirukan suara siapapun. Yang sudah ada di lidah Iyung adalah ucapan salam, lagu Paris Barantai, suara tawa ngakak, suara ayam berkokok dan paling baru adalah memanggil temannya......Ninoy !! Bunda selalu memberitahu Iyung bahwa ada Ninoy yang menjaga di bawah sangkarnya.
Sesudah aku diterima bekerja, Iyung dan Ninoy-lah yang kerap ditinggal di rumah sampai sekitar pukul 1 siang. Biasanya, sebelum Bunda berangkat selalu menyuruh Iyung memanggil Ninoy. Maka, Iyung akan berteriak dari suara lembut,
" Ninooooooy......ninooooooy.....ninoooooy"
Kelembutan itu akan menjadi suara bentakan bila Ninoy tidak menjawab seperti
" Ninoy !!!! Ninoy !!" Iyung akan berhenti bila Ninoy sudah mengeong dan berebah di bawah sangkarnya.
Kedekatan Iyung dan Ninoy bukan hanya di siang hari. Biasanya, malam hari aku akan mengeluarkan Iyung dari sangkarnya. Kuberi selimut dan kurebahkan di dekat bantalku. Iyung, sangat patuh....dia akan tidur telentang dalam posisi yang kuaturkan, sampai beberapa lama.
Ninoy juga, tidur sekamar denganku. Dia tidak kuberi selimut seperti Iyung, melainkan cukup tidur di bantal yang kutempatkan dibagian kakiku. Setiap kali akan tidur selalu aku bilang ke Ninoy bahwa Iyung itu temanku juga jadi tidak boleh disakiti apalagi dimakan. Bukankah kucing selalu makan burung ?
Namun itu tidak terjadi terhadap dua peliharaan di rumahku. Pagi hari menjelang adzan Subuh, Iyung selalu memanggil Ninoy terlebih dahulu. Padahal kadang Ninoy minta keluar kamar bila tengah malam.
Sungguh, persahabatan antara Iyung dan Ninoy diluar nalar manusia. Aku sendiri kerap kagum dengan pertemanan dua makhluk yang sejatinya diciptakan yang satu memangsa yang lainnya.
Perpisahanku dengan Mereka
Manusia menjalani taqdir kehidupannya. Binatang juga menjalankan taqdir hidupnya. Aku kemudian menikah. Pada proses pernikahan, aku yang harus ikut suami ke tempat tugasnya maka jadilah aku yang mengurus surat menyurat untuk pindah kantor. Aku sedih membayangkan berpisah dengan dua ekor binatang peliharaanku.
Setelah beberapa bulan mengurus kepindahan, maka surat pindahku keluar. Aku benar-benar akan meninggalkan rumah Ayah dan Bunda, hidup jauh bersama suamiku. Kupandang Iyung, Dia sudah bisa memanggil namaku. Ah burung ini andai boleh aku bawa serta. Tapi Bundaku juga sayang sama makhluk berbulu hitam dengan paruh kuning itu. Akhirnya, kubelai Iyung ujarku,
" Aku pergi dulu yaaaa.....nanti aku kembali lagi"
Iyung bertengger di jemariku....cengkeramannya sangat kuat seolah berasa enak dan tidak ingin melepaskan diri dari tanganku. Suaranya memanggil Ninoy. Aku tidak bisa mengatakan senang mendengar suaranya sebab aku memang akan pergi. Walau kepergianku ke kota dimana suamiku tinggal hanya untuk dua minggu, tetapi ada sesuatu yang membuat aku tidak tega melihat Iyung. Toh aku harus pergi.
Benar saja, ada berita yang membuat aku diam seribu kata setelah seminggu berada di kota suamiku. Iyung......mati.....karena salah makan..... Bunda memberi kabar sedih itu lewat telepon. Ya Allah......itu makna cengkeraman tangan Iyung ?
Ketika aku datang di minggu kedua, Ninoy tidak ada di rumah. Tidak pulang meski aku sudah panggil-panggil namanya. Alangkah kagetnya aku dihari berikutnya ketika melihat tubuh Ninoy yang besar dan kekar itu lunglai di dekat bak penampungan air. Dari perutnya kulihat nafas tersengla-sengal. Kenapa dengan Ninoy ? Hanya bertahan satu hari, besoknya Ninoy juga mati dalam belaianku. Airmataku mengalir deras. Ninoy-ku menyusul sahabat karibnya.
Dua teman tidurku pergi untuk selamanya. Mungkin mereka merasa sudah cukup menemani kesendirianku selama ini. Kembali kepada yang hakiki. Aku bersama suamiku. Sedangkan dua makhluk ciptaan Allah Ta'ala ini kembali kepada penciptanya.
Semoga Iyung dan Ninoy menjadi hewan yang masuk dalam kelompok diridloi Allah Ta'ala kehadirannya didunia selama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar