Rabu, 13 Maret 2019

YANG TERCECER

Ada sebuah tanya yang belum terjawab sampai sekarang.
Mengapa tiba-tiba dia mengambil tempat duduk disampingku ?
Sebelum2nya, dia duduk jauh dariku bahkan mungkin tidak pernah menganggap aku ada dalam ruangan 4x4 meter tempat kami menimba ilmu. Hari itu, dia tiba-tiba duduk disampingku. Aku tidak lantas menjadi senang melainkan timbil tanda tanya.... ada apa ?
Aku tetap seperti aku, mencatata apa yang tertulis di papan tulis dan sesekali menjawab bila Linda yang duduk di sisi kiriku mengajak bicara. Lelaki itu masih tetap duduk disampingku.
Aku mengingat betul gayanya waktu itu. Tetapi karena waktu itu sedang heboh adanya gambling ala pelajar maka aku tidak berani memastikan, lelaki yang tiba-tiba duduk disampingku itu sedang ingin mendekatiku untuk memenangkan sebuah taruhan meluluhkan gunung es. Uppppssss sebegitu dinginnya kah aku di mata mereka... atau itu hanya perasaanku saja ?

Pertanyaan itu, kembali terlintas di benakku beberapa saat tadi, ketika sebuah tepukan dibahu, membuyarkan lamunanku.
"Mikirkan apa, Byan" tanya si empunya tangan yang menepul bahuku.
"Tiba-tiba ingat Morgan" jawabku jujur, sambil menggeser tempat duduk.
"Hmmmmm Morgan yang....." Dia menjawab sambil memberi kode ciri fisik orang yang tadi kusebut. Aku mengangguk.
"Iya....Morgan anak Manado yang putih bersih dan rambutnya seperti rambut jagung...  Pirang bikan tapi jelas bukan hitam"
"Kenapa dengan dia ?"
"Dia pernah....tiba-tiba saja duduk di sampingku saat pelajaran Pak Jae. Aku tadi bertanya, kenapa tiba-tiba dia duduk di dekatku waktu itu"
"Dia naksir kau mungkin" ucapnya sambil melingkarkan tangannya di bahuku.
"Aku bukan tipe dialah"
"Atau dia bukan tipe kamu" sambarnya sambil sedikit mengguncang bahuku. Aku tertawa hambar. Aku biarkan tangan kekarnya makin erat merengkuhku.

Senja itu, aku dan Jie sedang duduk di teras sebuah rumah betang. Tempat kami dulu bermain. Jie, sangat tahu teman-teman semasa kuliahku meski dia tidak sekampus denganku. Karena kami dari es-em-a yang sama maka sesama perantauan tentunya akan saling mendukung. Jie, pernah berperan seolah jadi pacarku hanya untuk menutupi aku yang sendiri saja diantara anak kost-kost an yang rata-rata punya pacar sungguhan. Hanya saja, aku tidak menduga ternya selesai kuliah, orangtua Jie sungguh-sungguh melamar aku. Yaaaa yang merengkuhku itu Jie, suamiki, teman sekolahku. Sedangkan yang kami bicarakan adalah Morgan, teman kuliahku yang sampai sekarang aku belim tahu jawabnya, mengaoa tiba-tiba dia duduk di sampingku.

"Kenapa tiba-tiba kamu ingat Morgan, Byan ?"  Jie melontarkan pertanyaan sesaat pikiranku mengingat Morgan barusan. Aku melepaskan rengkuhan Jie dan mengambil sesuatu dalam tas yang dari tadi aku peluk. Jie memperhatikanku. Aku menyodorkan selembar kertas ke arah suamiku itu yang terus diambil oleh Jie kemudian dia baca.
"Ya ampun Byan....baru menikah ?" sontak Jie bertanya begitu selesai membaca. Ya, itu undangan dari Morgan. Dia baru menikah. Pertanyaan Jie itulah yang kemudian mengembalikan ingatanku pada Morgan.
"Kenapa baru sekarang ya menikahnya ?"
Yaaaa kenapa baru sekarang ? Ada hubungannya juga dengan pertanyaanku, mengapa tiba-tina Morgan duduk disampingku saat mata kuliah Pak Jae ?
"Kasihan....mungkin dia patah hati Byan ya sehingga baru sekarang dia menikah....coba hitung berapa umurnya sekarang.....ck...ck...padahal kurang apa dia.... Ganteng, cakep, mudah bergaul, anak keren di jamannya....anak orang kaya pula...." Ujar Jie sambil berdiri.
Aku terdiam mendengar semua ucapan Jie. Itu benar. Tapi......aku mendongak memandang ke arah Jie dan dia justru menatapku dengan pandangan tajam. Ciri Jie bila ada emosi dalam kepalanya. Aku berdiri.
"Tahu darimana semua tentang Morgan, Jie ?" tanyaku pelan. Jie memang tahu hampir semua temanku, tapi tidak dengan Morgan. Karena dia tidak pernah masuk dalam kehidupanku selama kuliah makanya aku tidak pernah bercerita tentang Morgan. Tapi Jie tahu semuanya ?
Jie membuang muka dari tatapanku. Lelaki yang sudah menemaniku selama sepuluh tahun dengan status suami ini, akan begitu bila sedang menahan marah. Berarti, Jie marah padaku. 
"Undangan ini, dari siapa ?" tanya Jie  kemudian masih tetap berpaling dariku.
"Linda yang mengirimkannya. Nih resi tanda terimanya pagi tadi kuterima"
Jie kemudian memandangku. Tuhan...  Mata Jie tajam dan membuat getaran tersendiri dalam hatiku. Getaran yang justru membuat aku mendekat dan memeluknya....  Jie agak gelagapan namun tangan kekarnya kemudian membalas pelukanku. Aku merasa nafas Jie berhembus di ubun-ubunku. Tubuhnya yang lebih tinggi dari aku, memungkinkan dia mencium ubin-ubunku. Dan itu akan dilakukan Jie bila ingin mengatakan sayang dan cintanya untukku.
"Byanca Saraswati...." Jie menyebut namaku. Lalu mengendurkan pelukannya memegang bahuku.
"Terima kasih sudah mencintai aku sungguh-sungguh meskipun sewaktu kuliah dulu kita berpura-pura sebagai kekasih....." mata Jie masih tajan menatap ke arahku.
"Sepuluh tahun kita hidup sebagai suami-isteri, aku tidak pernah meragukan setia dan cintamu padaku" ujarnya kemudian. Aku menatap bola matanya.
"Apakah sekarang meragukanku ?" aku bertanya seolah seperti pada diriku sendiri. Jie memelukku lagi. Tidak lama.....kemudian mengecup keningku.
"Ketika kamu menyebut nama Morgan, hatiku sempat tersayat....ketika kamu bertanya mengapa tiba-tiba Morgan duduk disampingmu, ada cemburuku disana" kata-kata Jie membuat dahiku mengernyit. Dia mencemburui Morgan ?
Jie mengajak aku duduk lagi. Dan kali ini, aku menyandarkan tubuhku sepenuhnya ke Jie. Aku memang tidak ingin menyisakan satu ruang untuk membatasi dekatku dengan Jie karena aku menyerahkan seluruh hati, jiwa dan cintaku untuknya sejak akad nikah terjadi sepuluh tahun yang lalu.
Dari mulut Jie kemudian meluncur cerita tentang pertemuannya dengan Morgan. Ternyata Morgan bekerja di perusahaan perbankan yang sama dengan Jie hanya saja Morgan bertugas di wilayah Sumatera sedangkan suamiku bertugas di wilayah Kalimantan. Pertemuan terjadi di Jakarta tahun lalu. Disitulah kemudian rahasia Morgan yang disimpannya bertahun-tahun terbongkar. Morgan membongkarnya dihadapan Jie yang saat itu mengatakan "mengenal Byanca Saraswati" dan tidak mengatakan sebagai "suami Byanca Saraswati". Kemudian, dari Jie jugalah Morgan mendapat kepastian bahwa tidak mungkin lelaki dari Manado itu bisa meraih cinta Byanca lagi. Byanxa sudah menikah dan hidup bahagia. Kata Jie, mata Morgan berkaca-kaca waktu mendengar penuturan Jie. Aku pun membayangkan perasaan Jie saat mendengar ada laki-laki lain bernama Morgan yang ternyata memendam cinta untukku sedangkan aku begitu acuh dan asyik dengan duniaku waktu itu sehingga dia tidak mendapat peluang untuk menyatakan cintanya padaku. Morgan memendamnya sampai dia bertemu dengan Jie.

Aku bergeser, bagai anak kecil yang ingin mendapat rasa puas disayangi. Aku duduk di pangkuan Jie. Menyandarkan tubuhku ke dadanya.
Aku mendengar dengan jelas detak jantung Jie. Teratur.....menandakan emosinya sudah tidak lagi mempengaruhi hati dan pikirannya.
"Jie, aku mencintaimu dari pura-pura menjadi cinta yang sebenarnya..... Aku tidak ingin menggantikan dengan apapun cintamu untukku. Tetaplah berdo'a agar kita tetap bersama-sama hingga kehidupan sesudah mati kelak" ujarku yang disambut dengan pelukan erat, lelaki yang kukenal dimasa sekolah dulu.

Undangan Morgan.... terbang tertiup angin. Kami memutuskan tidak menghadiri undangan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENGEJAR.....JABATAN ???

Dadaku mendesir saat submit surat permohonan mengikuti lelang jabatan eselon II. Sungguhkah aku sedang mengejar jabatan ?????? Untuk menjawa...