Selasa, 20 November 2018

BODOH itu......BEGO ya ?

Ceritaku berikut ini, jangan diartikan sebagai pengkotak-kotakan suku dan bahasa. Melainkan mau menggambarkan seorang dengan kedudukan leader namun tidak menggunakan pepatah "dimana bumi dipijak disitu langit di junjung". Jadi mohon, pahami perbedaan bahasa hanya sebagai penggambarannya saja ya.......


Wajah yang dilepoti bedak tidak merata itu terlihat tegang. Aku menebak..... Sebentar lagi dahinya yang dihiasi coretan pensil alis sebatang itu, akan mengernyit dan bibirnya yang tipis itu akan mengerisut membentuk huruf antara M dan U yang tidak jelas. Setelah itu......akan terlontar kata-kata yang menusuk hati siapapun yang mendengarnya.

Juhri, anak honor yang baru empat bulan ada di kantor ini, berdiri dengan sedikit membungkuk dan memainkan jari di kedua tangannya sedangkan tangan kurus itu berada di depan perutnya.

"Koq turun sih ? Emang si Mirna dari atas terus ke bawah gitu ? Dari posisi dimana Mirna untuk turun ?? Dari lantai berapa ?? Lantai tiga atau lantai enem"

Aha..... betul kan apa yang aku bilang. Walau baru dua bulan aku menduduki jabatan staf khusus, aku sudah hapal dengan perilaku atasanku ini. Seorang ibu yang datang dari Jakarta, gaya bahasa Jakarta dan dandanan menor 'ala artis Jakarta. Hihi meski kadang terbawa keringat sehingga melorot kesana kemari juga sih.....upppps kembali ke kata-kata yang baru dilontarkan. Betulkan ??? Kata-katanya menusuk hati. Pastinya sih sekarang menusuk hati Juhri. Juhri melirik ke arahku sejenak kemudian terdengar suaranya pelan dan agak tersendat.

"Itu bahasa banjar, Ibu......" ujarnya.

Si ibu tertawa sinis.

"Dimana-mana.....arti kata turun itu ya dari atas ke bawah" sambarnya kemudian. Aku terhenyak di kursi, ibu ini terlalu percaya diri dengan kata-katanya.

"Maaf ibu, itu memang bahasa Banjar..... Juhri....besok-besok jangan pergunakan bahasa Banjar ya karena tidak semua orang faham bahasa Banjar," ujarku kemudian. Aku berdiri dan mengambil tempat di samping Juhri. Kehadiranku di ruangan si ibu, karena aku dipanggil, katanya ada hal penting yang akan disampaikan.

"Itulah Bu Galuh.....saya kan mau kirim-kirim foto kegiatan kita di Liang Bangkai kemarin..... lha yang foto-foto kan pake hape Mirna.....tuh Mirna dihubungi susah nah dia nggak masuk hari ini iyaaaaa kata Juhri, dia nggak turun.... jadi bingung saya.....pokoknya Bu Galuh usahakan Mirna bisa kirim foto-foto kegiatan di Liang Bakai sekarang juga ya......"

Aku berdiri, melangkah untuk keluar ketika si ibu mengatakan sambil sedikit bergumam....

"Bahasa Banjar tidak masuk kerja koq tidak turun ya ?"

Mendengar itu, aku berhenti melangkah.....

"Memang Bu.....turun dalam bahasa Indonesia berarti dari atas ke bawah....tapi kalau dalam bahasa Banjar turun itu artinya pergi ke suatu tempat.....turun dari rumah menuju ke suatu tempat"

Jawabku. Kata-kata si Ibu berikutnya, mengharuskan aku segera keluar dari ruangan itu. Ibu tertawa dengan sedikit nada aneh kemudian berujar

"Bahasa banjar bego ya ?"

Juhri langsung aku gawil untuk sama-sama keluar dari ruangan itu. Aku tidak tega dengan penampakan Juhri yang kena marah hanya karena dia memakai bahasa Banjar, Yaaaaa karena dia kan runner up Nanang Banjar, jadi bahasa itu harus dia kuasai dengan baik, Padahal aslinya Juhri bukan dari Banjarmasin juga.

Ternyata, amarah si ibu tidak berhenti sampai disitu. Dia panggil bagian personlia untuk mengetahui apakah Mirna tidak masuk kerja sudah ijin atau belum. Bagian personalia juga diwajibkan untuk bisa menghubungi Mirna agar foto-foto di hape Mirna segera dikirim ke hape beliau.

"Saya kan malu, mengundang rekan-rekan dari daerah lain eeeeeh saya nggak bisa nge share foto-foto di Liang Bangkai" ujarnya berapi-api.

Aku dan bagian personalia, Ninda, hanya bisa saling pandang.

"Lha terus itu si Juhri koq bilang kata Mirna nggak turun............jadi saya tanya Juhri, Mirna di turunin dari lantai berapa ?"

Ninda yang super kalem itu tersenyum kemudian berucap

"Itu bahasa Banjar, Bu......arti turun itu berangkat atau pergi ke suatu tempat"

Penjelasan yang sama yang sudah aku berikan. Berikutnya, terjadilah berbantah-bantahan soal Bahasa Banjar dan Bahasa Indonesia sampai dengan sejarah. Lengkapnya begini

"Jadi kalau kita ke pasar maka akan berucap saya turun ke pasar begitu ?" tanya si ibu yang dijawab pembenaran oleh Ninda.

"Kalau saya bertanya, mau ke pasar kah kamu maka bagaimana bahasa Banjar-nya ?"

Kali ini, aku dan Nida menjawab bersama-sama

"Handak turun ke pasa kah ikam ?"

Aku menambahkan dengan beberapa contoh lagi,

"Kalau ibu mau pergi ke yasinan maka tinggal bilang 'handak turun ke yasinan', kalau ada yang mau ke sekolah maka anak-anak akan bilang 'handak turun ke sekolah' begitu bu ?"

"Tapi kan turun dalam bahasa Indonesia itu dari atas ke bawah Bu Galuh"
"Itu benar dalam bahasa Indonesia Bu.....tetapi dalam bahasa Banjar turun itu arti menuju ke suatu tempat....."

"Duluan mana lahirnya, bahasa Banjar dengan bahasa Indonesia ? Harusnya bahasa Banjar mengikuti bahasa Indonesia "

Ninda menjawab dengan nafas sedikit terengah, pertanda emosinya sudah melebih batas dada. Maklum, dia asli urang Banjar.

"Ibu.....bahasa Indonesia baru lahir saat sumpah pemudah tahun seribu sembilan ratus dua puluh delapan......sedangkan bahasa Banjar sudah terlebih dahulu dipakai oleh suku Banjar"

"Tetapi apa iya bahasa Banjar lebih dahulu daripada bahasa Indonesia ? Coba.... Indonesia saja dijajah sudah 350 tahun lho berarti Indonesia sudah ada sejak 350 tahun lalu...lha bahasa Banjar ?"

Kali ini, aku yang menjawab

"Ibu, tahun ini......Banjarmasin sebagai pengguna bahasa Banjar sudah berusia 491 tahun. Dan kalau ibu membahas mana yang lebih dahulu antara bahasa Indonesia dan bahasa Banjar.....itu sama saja ibu membahas mana yang lebih dahulu antara ayam atau telur ?"

Akhirnya si ibu melambaikan tangan pertanda tidak ingin membahas masalah itu lagi. Meskipun sekali lagi aku mendengar kata "bego" meluncur dari bibirnya, aku tidak hiraukan lagi. Kasihan Ninda yang nafasnya sudah tersengal-sengal terbawa kesal.

Apa yang terulang dalam ingatanku itu, terjadi sekitar setahun yang lalu. Beliau sudah tidak lagi bertugas sekantor dengaku. Beberapa bulan lalu, beliau di mutasi......bukan kembali ke Jakarta melainkan ke tempat dimana bahasa dan logatnya sangat jauh berbeda. Beliau dipindahkan ke Papua. Aku yakin, beliau tidak berani memperbandingkan bahsa Indonesai dengan bahasa Papua.

Tiba-tiba saja ingata tentang itu muncul sebab aku barus saja membaca sebuah tulisan dari si ibu. Sepertinya beliau salah kirim dan nyasar ke handphone aku. Tulisannya begini 

"Pak Raha, selaku pimpinan saya tidak memberi tanggapan atas apapun melainkan saya memberi arahan untuk menejer-menejer disini sehingga bisa bekerja lebih baik dan pekerjaan berjalan lancar "

Aku yakin, Pak Raha, entah siapa dan apapun jabatan beliau di kantor yang ada di Papua, tentu hatinya akan tertusuk...... Aku bisa membayangkan beliau......alis dengan coretan pensil sebatang yang mengernyit, bibir terkantup antara huruf M dan U yang tidak jelas,,,,,,sambil tangannya memencet keypad handphone selebar agenda kerja. Sedangkan penerima pesan, mulai menarik nafas naik....turun....menahan perasaan.

Tidak ada yang berani mengingatkan si ibu untuk tidak berbuat demikian sebab setelah kejadian berbantahan soal bahasa itu, aku dan Ninda menjadi bulan-bulanan tuduhan berbagai macam kesalahan oleh beliau.

Hmmmmmmmmmmmm semoga Pak Raha sabar, nggak dikatain bego sama si ibu.


Diceritakan kembali oleh Galuh Arsilawati
Staf Khusus si ibu
Kepada Uniek M. Sari
Hari ini, 20 Nopember 2018



Senin, 19 November 2018

ANAK TIRI, ANAK YANG TERBUANG

Kesadaran itu terlambat ?

Mungkin, aku seorang yang tidak diharapkan berada di lingkungan yang ada sekarang ini. Bayangkan, sejak ditetapkan beberapa waktu lalu, posisiku tidak dihargai sebagaimana layaknya seorang midle manager. My top manager always requests or command to the lower managers, or staff in my division. Hal ini dimulai sejak aku ditetapkan menjadi sekretaris. Semula aku berpikir bahwa hal itu dikarenakan pimpinanku sudah terbiasa tidak ada sekretaris di bidang kesekretariatan selama hampir 2 tahun sehingga beliau sulit merubah kebiasaan tersebut.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun, bukan hanya perilaku itu yang aku dapatkan. Melainkan juga banyak porposal-proposal kegiatan yang aku usulkan tidak pernah mendapat persetujuan. Sangat berbeda dengan usulan-usulan midle manager lain di tempatku bekerja, mereka selalu di respon bahkan pimpinanku akan dengan suka rela mencarikan banyak hal untuk merealisasikan kegiatan mereka. Misalkan, sponsor atau materi atau narasumber bahkan menyediakan waktu untuk persiapan itu semua. Aku memang dilibatkan namun tidak lebih dari seorang yang menerima tamu dan membukakan ruang very important room di bandar udara, bila kegiatan-kegiatan midle manager lain sedang berlangsung. Dalam hal ini, aku masih berpikir positif bahwa kegiatan-kegiatan bidang lain memang lebih penting daripada kegiatan-kegiatanku.

Suatu hari aku membaca sebuah pesan singkat di handphone dari aplikasi whats app. Sebuah pesan yang meminta agar aku segera mengirimkan laporan kegiatan pengawasan yang berkaitan dengan penyelenggaraan internal di kantorku. Aku tahu, permintaan itu sangat penting karena kami baru saja diberitahu bahwa laporan pengawasan tersebut sangat berkaitan dengan akuntabilitas kantor kami di pusat. Dan posisi tersebut berpengaruh terhadap tunjangan kinerja dari Aceh sampai dengan Papua. Maka dengan serta merta aku bikin laporan tersebut dan aku ajukan ke hadapan pimpinanku.

" Pak Fadil, maksudnya apa ini ?" tanyanya dengan mata memandang selidik ke arahku. Aku memperbaiki posisi dudukku terlebih dahulu, agak mendekat.

" Begini Pak, kantor pusat meminta kita membuat laporan pengawasan di internal kantor kita untuk kemudian di rekapitulasi sebagai laporan di tingkat pusat" jawabku pelan.

"Pak Fadil, apakah ada surat permintaan mengenai ini ?" tanya beliau selanjutnya.

"Tidak ada, Pak....akan tetapi hal ini sudah merupakan perintah berdasar peraturan kepala di kantor pusat Pak bahwa kita wajib lapor per triwulan"

"Siapa yang meminta laporan ini ?"

Aku menyebutkan nama seorang pejabat posisi midle manager di  kantor pusat. Pimpinanku menggeser map tersebut ke arahku seraya berkata,

"Pak Fadil, tanpa surat dari pimpinan pusat, saya tidak akan memandatangani yang Pak Fadil ajukan. Kalau hanya dia, buat apa saya patuhi perintah dia yang tidak jelas itu ?"

"Tetapi ini ada di peraturan kepala, Pak....maaf..."
"Saya tetap tidak akan menandatangani ini Pak Fadil, sampai ada surat resminya"

Akhirnya aku keluar dari ruangan beliau, namun map tersebut tidak boleh aku bawa keluar. Jadi, aku tinggalkan map yang berisi laporan tersebut di meja, dihadapan beliau.

Kejadian itu sudah berbulan yang lalu. Aku kembali tersadar bahwa ada yang tidak benar dalam perjalananku duduk di posisiku yang sekarang ini.

Kesadaranku sudah sangat terlambat, karena pimpinanku sudah berbuat semena-mena terhadapku. Bukan hanya dia lebih sering memanggil bawahanku untuk mengerjakan tugas-tugas kesekretariatan melainkan juga lebih sering menggunakan yang selevel dengan aku untuk memutuskan perkara-perkara kesekretariatan. Bahkan, aku sendiri sering dipojokkan dengan mengatakan kekurangan-kekuranganku, mengatakan sifat-sifatku menurut pemikirannya sendiri.

Aku merasa dipojokkan namun aku terlambat menyadari bahwa aku sebenarnya tidak diharapkan berada di posisi yang sekarang ini.

Ambil Alih

Aku ingat saat lolos dalam uji kompetensi dan mendengar kabar akan diusulkan pada posisi midle manager. Hmmmmmmmm saat itu yang santer aku dengar bahwa aku akan ditempat di Bidang Resourching. Ada beberapa staf di bidang itu yang sudah datang dan menemui aku dengan beberapa harapan-harapan yang mereka sampaikan. Bagi aku, dimana pun aku akan ditempatkan, aku akan membuktikan bahwa hasil kompetensi atas uji yang dilakukan oleh perusahaan bonafide itu tidak salah.

Aku juga tidak berhayal kalau di tempatkan disini akan begini.....kalau ditempatkan di sana akan bagaimana. Aku malah fokus pada pekerjaan yang sudah empat tahun aku geluti dan timbul rasa khawatir apa yang sudah aku bangun akan hancur berantakan setelah aku tinggalkan. Aku membangunnya dengan susah payah. Kadang gamang juga dengan perubahan yang terjadi setelah uji kompetensi itu membuahkan hasil untukku.

Kalau kemudian aku ditetapkan sebagai sekretaris, itu sebenarnya sesuatu yang membingungkan buat aku. Seumur-umur tidak terbayang akan berada di level yang paling berkelas di lingkungan kantorku. Meskipun demikian, aku menganggap ini sebagai sebuah tantangan yang harus aku taklukkan. Banyak hal yang harus aku pelajari dan harus segera aku pahami. Selanjutnya, aku harus bekerja sebaik yang aku punya agar hasil uji kompetensi yang aku punya tidak dianggap angin lalu oleh siapapun. Namun, itulah......sejak awal aku di posisi ini, aku punya banyak catatan yang aku simpan sebagai kenangan.

Cerita tentang anggur lima biji.
Cerita tentang paraf pada perubahan yang ternyata tidak sesuai.
Cerita tentang ucapan terima kasih yang katanya bukan kewenanganku.
Cerita tentang jamuan kelas warteg di Jakarta.
Cerita tentang 11 kesalahan yang kesalahan utamanya bukan padaku namun ditimpakan ke statusku.
Cerita tentang surat-surat yang kesalahan utamanya pun bukan padaku.
Cerita bahwa aku orangnya kasar.....
Cerita bahwa aku tidak bisa memimpin ?
Cerita bahwa aku tidak memberi kewenangan pada anak buah ?
Cerita tentang nasi bungkus......
Cerita bahwa aku maunya unggul sendiri

Byaaaaaaarrrrrr !!!
Lamunanku membuyar ketika sebuah suara mengejutkanku. Aha.....itu suara M-1 yang sekarang mengambil alih semua informasi tentang kesekretariatan dan berhubungan langsung dengan staf-staf yang sebenarnya bawahanku. Dia sedang berbincang dengan M-2 yang sekarang ditugaskan mengerjakan pekerjaanku. Rupanya, mereka memperbincangkan rencana kunjungan ke sebuah daerah.

Aku jadi ingat, pimpinanku pernah mengatakan begini

"Saya akan ambil semua kewenangan Pak Fadil dan Pak Fadil tidak perlu mengerjakan apapun juga setelah ini"

Apakah, apa yang aku alami ini merupakan sebuah tindakan dari apa yang beliau katakan ?Huwallaahu a'lam bis shawab

Flashback

Membayangkan M-1 dan M-2 berbincang, aku ingat beberapa hari setelah penetapanku sebagai sekretaris, sempat ada berita heboh bahwa M-2 sudah pamit dari jajaran bidang di tempatnya bertugas. Alasan pamit dan undur diri tersebut karena akan ditetapkan sebagai sekretaris.

Ingatan di masa beberapa waktu lalu yang tiba-tiba saja mengejutkan aku itu, sepertinya membuka tabir yang selama ini tertutup karena aku melupakan satu hal. Saat sesudah penetapan aku sebagai sekretaris itu, pimpinanku berkata begini,

"Pak Fadil, posisi bapak sekarang ini atas ketetapan dari dewan direksi di pusat. Utamanya Pak Arif dan Pak Roni......jadi baik-baiklah Pak Fadil bekerja"

Kata-kata itu begitu jelas kembali terngiang di telingaku. Kuambill selembar kertas yang terpasang di printerku. Aku mencoba membuat simulasi di atas kertas, rancangan penetapan manager.

1. M-2 ditempatkan sebagai sekretaris
2. M-3 akan pindah ke posisi M-2
3. M-1 menempati posisi M-3
4. Aku menempati di posisi M-1.
Tapi ternyata, tidak ada yang berubah.....justru aku berada di posisi sekarang ini yang seharusnya dimiliki oleh M-2 karena......DIA SUDAH PAMIT  !!!!!!

Ahaaaaa......terjawab sudah proses perubahan statusku di kantor ini. Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Keringat dingin mengalir di sekujur tubuhku. Ya....ya....aku mulai paham sekarang......
Aku ini anak tiri yang disayang bila orangtuanya ada yakni para dewan direksi kantor pusat yang datang kemari.
Aku ini anak yang terbuang, karena tidak diperlukan dalam hal apapun juga.

Seiring dengan jawaban yang kudapat itu, tanganku kemudian mencoret di atas selembar kertas dan berharap bisa menenangkan pikiranku.

Pimpinanku yang terhormat,
Kalau sekiranya, aku bukanlah seorang pilihan buatmu untuk berada di posisi ini, janganlah terlalu keras menghina aku dan jangan pula terlalu banyak melecehkanku.
Kalau sekiranya, aku bukanlah seorang pilihan buatmu untuk berada di posisi ini, lepaskan saja dan usulkan saja dengan cara yang jantan. Katakan dengan alasan yang bisa diterima pada dewan direksi...... yang tidak harus memojokkan aku. Karena hasil uji kompetensiku menunjukkan aku bukan type orang seperti yang kamu gambarkan. Sebutkan satu nama saja orang yang pernah aku marahi dengan kasar. Hadapkan orang itu kepadaku...... Atau tanya satu persatu anak buahku, apakah mereka tidak pernah mendapatkan bimbinganku ? Apakah mereka tidak kuberi kewenangan agar bisa bertambah kemampuannya ? Tanyakan saja pada mereka, apakah mereka kecewa memiliki atasan seperti aku ?
Pimpinanku yang terhormat,
Apakah bapak pikir, aku seperti pengemis yang meminta-minta kedudukan, pangkat dan jabatan ? Tidak.....orangtuaku mengajari aku untuk berjuang dan berusaha dengan melakukan pekerjaan sebaik-baiknya untuk mendapat kedudukan. Isteri dan anakku perlu penghasilan yang halal untuk mereka makan makanya aku bekerja sebaik dan semampu yang aku bisa.
Jangan terlalu bersemangat untuk menjatuhkan aku dari berbagai sisi.....sekuat upayamu menjatuhkan aku, sekuat itu pula aku akan berpegang pada Rabb-ku.....yang menciptakan aku dan menghiasi aku dengan semua sifat baikNYA agar aku tidak gagal menjadi manusia. Aku hanya ingin mengingatkanmu......sering-seringlah basuh wajahmu dengan air wudlu agar air mukamu enak dilihat. Sering-seringlah bilas lidahmu dengan dzikir dan istighfar, agar tidak ada kata-kata yang melukai hati siapapun keluar dari bibirmu. Sering-seringlah mengangkat takbir dan mengatakan "Allahu Akbar" agar engkau sadar bahwa jabatanmu sebagai pemimpin adalah atas kehendak Allah dan bila Allah Ta'ala mengambilnya darimu......apa yang bisa kamu lakukan ?
Pimpinanku yang terhormat,
Airmataku mengalir, bukan karena sedih atas perbuatanmu padaku namun aku sedih membayangkan kamu yang tidak sempat lagi meminta maaf atas perbuatanmu, pada kami. Ya..... pada kami......aku.....isteriku..... anak-anakku..... orangtua yang membesarkanku.......mertua yang mengasihiku.....saudara-saudaraku.......
Salam, Fadil

Aku tinggalkan tulisan itu. 
Aku tinggalkan meja itu
Aku tinggalkan kursi itu
Aku tinggalkan ruangan itu
Aku tinggalkan kehidupanku
Aku tinggalkan duniaku
Aku tinggalkan jasadku
Aku tinggalkan........... dengan sekali tarikan nafas terakhirku
Semoga Tuhan.....mengampuni dosa-dosaku
Karena memendam semuanya seorang diri
Dan mengakhirinya
Seorang diri juga
Aku sudahi statusku sebagai anak tiri
Anak yang terbuang
Di kantor ini


Banjarmasin, 16 Nopember 2018
Ditulis sebagai pelipur lara

MENGEJAR.....JABATAN ???

Dadaku mendesir saat submit surat permohonan mengikuti lelang jabatan eselon II. Sungguhkah aku sedang mengejar jabatan ?????? Untuk menjawa...