Senin, 14 Oktober 2013

CITRA di MALAM TERAKHIR bersama JIE

Aku ingin memperkenalkan namanya yang sangat panjang dan terkesan penuh kharisma itu. Tapi tidak usahlah. Panggil saja dia dengan sebutan Jie. Mudah dan praktis bukan ?
Aku kenal tidak sengaja dengan Jie. Melalui dunia yang tidak jelas......yaitu dunia frekwensi lokal radio 2 meter band. Tetapi, Jie bukanlah makhluk maya sebab kenyataannya, laki-laki itu kakak kelasku. Hahay, di kota yang hanya memilik empat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas itu, sudah barang  tentu sekolah negeri tempat kami bersekolah inilah yang terbaik. Tidak heran bila manusia-manusia di dalamnya juga lebih canggih dibanding sekolah lainnya.

Memiliki perangkat radio 2 meter band bukanlah hal yang biasa-biasa saja sebab saat itu hanya dimiliki oleh para pejabat atau orang  yang berada di kelas ekonomi menengah ke atas. Aku tentunya bagian dari itu karena posisi kedua orangtuaku. Cieeeee narsis katanya, di jaman sekarang ini. Dan Jie....salah satu pemilik alat komunikasi yang canggih dijaman itu.

Komunitas radio lokal di kota ini memang dihuni sebagian besar dari sekolahku. Seperti yang menggunakan nama "Yank-qu" sebenarnya kakak kelas yang dijurusan IPS sedangkan yang satu kelas dengan lelaki itu ada Nela, Susi, Maria, Tulus, Roy dan banyak lagi. Teman seangkatan dan sekelasku malah lebih canggih lagi......mereka sering merakit sendiri pesawat radionya dan on air di frekwensi yang mereka sepakati. Dunia maya.....bermula dari sini.

Kembali soal Jie, kakak kelasku yang satu ini cukup antik. Dia tahu, aku yang sering on air dengannya setiap malam. Terkadang, pada malam tertentu dia sedang mengerjakan pekerjaan rumah seperti setrika baju, mengerjakan pe-er dan sebagainya.......dia suruh adiknya memegang mikropon dan mengatur lalu lintas obrolan antara kami berdua. Heiiiiiheeeeyyy......tapi selalu berakhir di udara saja sebab jam sekolah kami berbeda. Aku masuk siang sedangkan Die masuk pagi. Bukan kenapa-kenapa sih.....karena sekolah kami sedang dibangun menjadi sekolah permanen.

Hari itu, dikantin depan sekolah, Jie menguntit dari belakang, saat aku dan teman-teman sekelasku membolos dan membeli jajanan di kantin itu. Jie duduk tidak jauh dariku. Sambil menikmati tahu-tempe goreng terjadilah dialog antara aku dan Jie.

" Bolos lagi ya Yan ?"
" Hemmmmhh....kenapa emangnya ?"
" Enggak.......Nggak takut ditegur Pak Gun?"
" Yaaa kan rame-rame....jadi dimarahinnya juga rame-rame "
" Nanti sore ada jadwal ?"
" Iya....di rumah Bowo tuh....latihan nyanyi"
" Ditunggu ya..."
" Latihan juga ?"
"Iya....karate  hehehe.....mau ikut ?"
" Enggak ah....bukan bidangku"
" Ya udah.....ntar sore tunggu ya ?"
" Apanya ?"
" Di rumah Bowo kan ?"
"Gimana sih....katanya latihan karate koq disuruh nunggu ?"
" Aku karatenya di lapangan kantor bupati....kan satu arah ?"
"Oooooh.....boleh lah....emang mau ngapa ?"

Jie tidak menjawab melainkan berdiri dan mengejar temannya yang sudah keluar dari kantin setelah menyerahkan uang dua ribu rupiah sambil menunjuk ke arahku. Aku menggeleng dan Sahrul temanku sekelas kemudian mengangguk sambil menunjuk dirinya. Jadilah, uang dari Jie yang mestinya buat bayarin tahu-tempe yang kumakan, dibayarkan buat Sahrul. Dasar semprul.....

Sore itu, aku dan Jie emang jalan barengan. Hanya saja, dia sambil menuntun sepeda-nya sedangkan aku memegang payung. Cieeeee kayak di filem-filem romantisan aja kayaknya. Naaah tapi ada temanku yang lain disamping dan dia juga sedang berjalan beriringan dengan kami. Makanya, Jie tidak berani bicara banyak. Sampai di simpang tiga, kami harus berpisah. Sebelum berpisah, Jie meminta agar aku on air malam ini.

Malam minggu ini sudah pukul sembilan. Aku masih bersama Jie di frekwensi dengan angka acak setiap 15 menit dengan kode mengantuk nih. Bagaimana cara mengacaknya ? Hanya aku dan Jie yang tahu. Bila kami on air dari usai shallat Isya tadi maka sudah lima frekwensi kami berpindah. Di frekwensi yang terakhir, Jie memintaku untuk bersabar sedikit.....ada yang dia persiapkan. Aku menuruti apa maunya. Setelah frekwensi hening beberapa saat, aku mendengar suara denting gitar.

" Jie....mau nyanyi ?"
"Kamu suka nyanyi kan Yan ? Aku juga"
"Ini mau nyanyi apa Jie ?"
"Kalo kamu jago nyanyi....ayo tebak, lagu apa ini ?"

Jie memainkan gitarnya dengan melodi yang sudah aku hafal. Dari lagu anak-anak sampai lagu dewasa bisa kutebak.

" Ini lagu buat  kamu, Yan..... tebak dulu....nanti kunyanyikan ,"
Jie memetik gitarnya, tanpa melodi dann aku hanya mencoba mengikuti irama yang dia mainkan.
" Punya Bimbo ya Jie ?"
"Iya....apa Yan ?"
"Ntar dulu.....nti nyanyiin buat aku ya ?"
"Kalo tebakannya benar...."
"Citra ya Jie ?"
"Kamu pintar Yan...."

Akhirnya, Jie menyanyikan lagu itu sampai habis.
" Yan.... kamu lebih memilih disayang apa dicintai ?"
"Dua-duanya Jie...."
"Satu aja Yan...."
"Aku nggak milih kalo cuman  satu"
"Kalo aku punyanya cuman satu Yan.....sayang aja"
"Koq nggak cinta ?"
"Karena sayang lebih luas daripada cinta Yan...."
"Saking luasnya kan sayang buat keluarga besar Jie.....buat kekasih apa dong ?"
"Aku belum mau punya kekasih "
"Siapa yang menyuruh kamu punya kekasih ? Sayang sama cinta tadi tu loh"
" Kamu mau enggak nunggu aku sampai selesai kuliah "
"Jie....emang aku disuruh nunggu, mau dijadikan apa ?"
"Pendamping hidupku Yan.....mau enggak ?"
"Jie....bukannya ntar kita belum tahu siapa jodoh kita ?"
"Aku mau....kamulah jodohku Yan"
"Kita nggak bisa memastikannya Jie....siapa tahu kita ketemu jodoh yang berbeda"
"Yan....kalau nanti ternyata kamu dah merried dan aku juga dah punya pasaangan....boleh dong kita cerai dari pasangan dan kemudian kita bedua jadi pasangan ?"

Aku tidak berani menjawab kalimatnya malam itu. Itu bukan pembicaraan terakhir sebab masih ada on air-on air di malam hari. Masih ada lagu Citra dari Jie untukku. Sampai akhirnya Jie mengatakan sesuatu padaku melalui frekwensi itu.

" Yan...besok kita ketemu di kantin ya ? Ada yang  mau aku titipkan sama kamu "
Itu hal terakhir pembicaraan aku dengan Jie. Sebab, aku tidak berani menemuinya di kantin. Bukan karena takut dimarah Pak Gun gara-gara membolos lagi melainkan aku takut tidak bisa menerima apa yang dititipkan Jie kepadaku. Jie mungkin kecewa sebab hingga kelas berakhir aku tidak juga muncul. Sedangkan aku tidak menyangka bahwa itu hari perpisahan antara aku dan Jie sebab beberapa hari kemudian aku tidak mendengar suaranya di radio. Aku tidak mendapatkannya di jam istirahat. Aku tidak ditunggunya sepulang sekolah. Aku tidak lagi melihat senyumnya setiap berjumpa denganku. Ternyata, orangtuany yang hakim itu, dipindah ke Makassar......

Semoga, Jie membaca blogspot-ku ini. Aku hanya ingin menyampaikan kalimat ini padanya :

Jie......sesungguhnya akau pernah menyayangimu.....sesungguhnya aku pernah setia padamu....tetapi ketidak pastian menyudutkan aku pada hidupku......setelah bertahun tak lagi kudengar Citra darimu, aku bersenandung sendiri lagu indah itu......bertahun-tahun lamanya
Saat ini, aku sudah memiliki anak bahkan hampir memiliki cucu.....tidak mungkin aku mengikuti apa maumu meski suatu saatt kita akan bertemu.......
Maaf Jie, aku ternyata memang diciptakan bukan menjadi jodohmu


NINOY dan IYUNG

Datang Tak Diundang

Hari itu, aku melihatnya duduk di teras rumahku. Santai sekali, memandang kesana-kemari seolah menyatakan betapa dia menikmati posisi duduknya. Kudekati, lalu kusapa
"haaaaaiiiiii" ujarku. Dia menoleh dan tentu saja tidak akan menjawab dengan sapaan balik melainkan dengan suaranya yang terdengar ramah......
"miiiyaaaooonggg...."
Kubelai bulunya yang berwarnaa kuning, ekornya yang membentuk huruf S itu mengibas kegirangan.
"Kamu sesat ya ? Lapar ? Sini ikut aku....ada ikan di dapur dan nasi buat kamu" ujarku seraya menghentikan belaian di bulunya. Kucing itu meloncat dari tempat duduknya dan mengikuti aku masuk ke rumah.
 " Kucing siapa Yan ?" tegur bunda ketika melihat aku mengangkat kucing itu dan kubawa ke dapur.
" Entah Bun....ada di depan dan kayaknya lapar nih kucing " sahutku terus meletakkan kucing itu di dekat lemari dapur kemudian menyiapkan makanan untuknya.
Kucing berbulu kuning itu makan dengan lahap. Aku menunggu sampai dia selesai makan. Aneh, aku merasa dekat dengan kucing itu. Sesudah makan, aku berdiri dan kucing itu mengikutiku. Aku melangkah ke kamar kecil terus aku katakan,
" Ini tempat kamu kencing dan buang kotoran.....jangan berak sembarangan apalagi kencing sembarangan sebab nanti kami susah shallat,"

Entah mengerti atau tidak, aku harus menyampaikan kepada makhluk itu mengenai aturan main bila mau tinggal di rumahku. Hehehe padahal aku belum bertanya pada kucing itu, apakah dia mau tinggal di rumahku aku tidak.

Ikuti Aturan Rumah

Sudah sebulan kucing itu tinggal bersamaku. Ayahku sudah memberi pengumuman barangkali ada yang kehilangan kucing.....namun satupun dari tetangga di komplek tempat tinggalku tidak ada yang datang dan mengambilnya. Jadilah kucing itu dalam pemeliharaanku. Barangkali ini kucing agak ajaib sebab sejak dia datang tidak pernah kencing sembarangan bahkan bila dia akan berak mengeong-ngeong minta dibuakan pintu toilet. Padahal jenis kelamin-nya jantan.

Aku, anak tunggal dalam keluargaku jadi di rumah aku sering tinggal sendirian. Kakak- adikku laki-laki jadi mereka punya kehidupan tersendiri. Adanya kucing itu memberikan kehidupan yang berbeda bagiku sebab dia bisa mengajak aku main kejar-kejaran. Kadang kala sepertinya kucing ini mengajak main petak umpet bahkan bisa mengaget-ngagetin bila kita seolah-olah tidak melihatnya. Entahlah, kehadiran kucing ini memang membuat suasana baru saja bagiku. Aku memberi nama : Ninoy

Ninoy naik sepeda motor

Suatu hari, sepulan bepergian aku meliat Ninoy berjalan dilapangan bermain tak jauh dari rumahku. Kuhentikan Honda Astera warna hitam itu dan kupanggil namanya. Kucing itu menjawab terus berhenti dan memandangku.

" Mau naik motor sini ? Ayo jalan-jalan...." kataku sambil menepuk jok bagian belakang. Subhanallah.....kucing itu melompat ke atas jok yang kutepuk dan duduk dengan tenangnya sambil mengibas-ngibaskan ekor.

"Jangan  melompat yaaaa apalagi kalau jalanan sedang ramai...." ujarku yang disahuti dengan suara meong dari mulut Ninoy. Sepeda motor aku jalankan pelan-pelan, takut Ninoy terkejut dan melompat. Tapi tidak....dia tetap santai di tempatnya. Gas motor agak kunaikkan, Ninoy tetap ditempatnya. Akhirnya aku berputar-putar di komplek perumahan dengan membawa Ninoy di belakangku. Jadilah aku tonton-tontonan orang-orang di komplek sebab memboceng seekor kucing di kendaraan roda dua !!!

Jangan Berjanji Padanya

Bunda sempat kelabakan gara-gara sudah dua hari Ninoy tidak mau menyentuh makanan yang disediakan di piringnya. Dikira Bunda karena Ninoy dah bosan dengan piring makannya. Tetapi ternyata tetap saja Ninoy tidak menyentuh makanan meski piringnya sudah diganti.

Karena dua hari tidak makan, kucing itu benar-benar kehilangan gairah. Aku juga panik dibuatnya, sebab dia hanya minum kemudian merebahkan diri di dekat  lemari makan. Entah tidur, entah menahan lapar.....yang pasti matanya selalu terpejam.

Pada hari ketiga, Bunda pulang dari kantor membawa ati ayam yang digoreng kemudian meletakkannya di atas meja. Ninoy bangkit dari posisi berebah dan mengeong panjang lebar meraih-raih kaki Bunda. Saat itulah Bunda tertawa terpingkal-pingkal. Aku tidak mengerti kenapa Bunda tertawa kegelian seperti itu. Sebenarnya, bisa saja Ninoy bertindak liar dengan melompat ke meja dan membawa lari ikan yang diinginkannya apalagi sudah dua hari dia tidak makan. Tapi Ninoy malah mengais-ngais kaki Bunda. Aku pikir itulah yang bikin Bunda tertawa geli.

Ninoy berhenti mengeong setelah Bunda menyiapkan makanan di piringnya dengan lauk ati goreng. Seusai mencuci tangan, Bunda menghampiriku ujarnya.....

" Ninoy itu nggak bisa dijanjiin.....beberapa hari lalu Bunda janji kalau dia bisa menangkap tikus yang lari-lari di atap rumah....akan Bunda belikan ati ayam,"
" Tikusnya dapat Bun ?" tanyaku spontan. Aku tidak tahu hal itu sebab beberapa hari yang lalu aku dapat tugas dari Ketua AMPI untuk ikut kegiatan di tingkat provinsi.
" Iya, tikusnya dapat....dia banting-banting di depan Bunda sampai mati terus dia tinggalkan....dibuang ayah ke tengah belukar sana tikusnya....."
" Terus.....???"
" Bunda lupa membelikan ati ayam......makanya Ninoy nggak mau makan..."
Dan aku terbahak-bahak mendengar cerita Bunda. Ninoy cuma berhenti sebentar, mengangkat wajahnya terus mengeong singkat lalu menghabiskan suguhan di piringnya. Ati ayam yang dijanjikan Bunda !!!

Teman Karibnya

Sebelum Ninoy datang, aku kerap sendirian di rumah. Kehadiran Ninoy menyebabkan aku punya teman. Sebelum Ninoy datang, sebenarnya Bunda punya peliharaan burung tiung yang diberi nama Iyung.

Burung ini bisa menirukan suara siapapun. Yang sudah ada di lidah Iyung adalah ucapan salam, lagu Paris Barantai, suara tawa ngakak, suara ayam berkokok dan paling baru adalah memanggil temannya......Ninoy !! Bunda selalu memberitahu Iyung bahwa ada Ninoy yang menjaga di bawah sangkarnya.

Sesudah aku diterima bekerja, Iyung dan Ninoy-lah yang  kerap ditinggal di rumah sampai sekitar pukul 1 siang. Biasanya, sebelum Bunda berangkat selalu menyuruh Iyung memanggil Ninoy. Maka, Iyung akan berteriak dari suara lembut,

" Ninooooooy......ninooooooy.....ninoooooy"
Kelembutan itu akan menjadi suara bentakan bila Ninoy tidak menjawab seperti

" Ninoy !!!! Ninoy !!" Iyung akan berhenti bila Ninoy sudah mengeong dan berebah di bawah sangkarnya.

Kedekatan Iyung dan Ninoy bukan hanya di siang hari. Biasanya, malam hari aku akan mengeluarkan Iyung dari sangkarnya. Kuberi selimut dan kurebahkan di dekat bantalku. Iyung, sangat patuh....dia akan tidur telentang dalam posisi yang kuaturkan, sampai beberapa lama. 
Ninoy juga, tidur sekamar denganku. Dia tidak kuberi selimut seperti Iyung, melainkan cukup tidur di bantal yang kutempatkan dibagian  kakiku. Setiap kali akan tidur selalu aku bilang ke Ninoy bahwa Iyung itu temanku juga jadi tidak boleh disakiti apalagi dimakan. Bukankah kucing selalu makan burung ?
Namun itu tidak terjadi terhadap dua peliharaan di rumahku. Pagi hari menjelang adzan Subuh, Iyung selalu memanggil Ninoy terlebih dahulu. Padahal kadang Ninoy minta keluar kamar bila tengah malam.

Sungguh, persahabatan antara Iyung dan Ninoy diluar nalar manusia. Aku sendiri kerap kagum dengan pertemanan dua makhluk yang sejatinya diciptakan yang satu memangsa yang lainnya.

Perpisahanku dengan Mereka

Manusia menjalani taqdir kehidupannya. Binatang juga menjalankan taqdir hidupnya. Aku kemudian menikah. Pada proses pernikahan, aku yang harus ikut suami ke tempat tugasnya maka jadilah aku yang mengurus surat menyurat untuk pindah kantor. Aku sedih membayangkan berpisah dengan dua ekor binatang peliharaanku.

Setelah beberapa bulan mengurus kepindahan, maka surat pindahku keluar. Aku benar-benar akan meninggalkan rumah Ayah dan Bunda, hidup jauh bersama suamiku. Kupandang Iyung, Dia sudah bisa memanggil namaku. Ah burung ini andai boleh aku bawa serta. Tapi Bundaku juga sayang sama makhluk berbulu hitam dengan paruh kuning itu. Akhirnya, kubelai Iyung ujarku,

" Aku pergi dulu yaaaa.....nanti aku kembali lagi"

Iyung bertengger di jemariku....cengkeramannya sangat kuat seolah berasa enak dan tidak ingin melepaskan diri dari tanganku. Suaranya memanggil Ninoy. Aku tidak bisa mengatakan senang mendengar suaranya sebab aku memang akan pergi. Walau kepergianku ke kota dimana suamiku tinggal hanya untuk dua minggu, tetapi ada sesuatu yang membuat aku tidak tega melihat Iyung. Toh aku harus pergi. 

Benar saja, ada berita yang membuat aku diam seribu kata setelah seminggu berada di kota suamiku. Iyung......mati.....karena salah makan..... Bunda memberi kabar sedih itu lewat telepon. Ya Allah......itu makna cengkeraman tangan Iyung ?

Ketika aku datang di minggu kedua, Ninoy tidak ada di rumah. Tidak pulang meski aku sudah panggil-panggil namanya. Alangkah kagetnya aku dihari berikutnya ketika melihat tubuh Ninoy yang besar dan kekar itu lunglai di dekat bak penampungan air. Dari perutnya kulihat nafas tersengla-sengal. Kenapa dengan Ninoy ? Hanya bertahan satu hari, besoknya Ninoy juga mati dalam belaianku. Airmataku mengalir deras. Ninoy-ku menyusul sahabat karibnya.

Dua teman tidurku pergi untuk selamanya. Mungkin mereka merasa sudah cukup menemani kesendirianku selama ini. Kembali kepada yang hakiki. Aku bersama suamiku. Sedangkan dua makhluk ciptaan Allah Ta'ala ini kembali kepada penciptanya.

Semoga Iyung dan Ninoy menjadi hewan yang masuk dalam kelompok diridloi Allah Ta'ala kehadirannya didunia selama ini.

Selasa, 01 Oktober 2013

PISAU ITU MENANCAPNYA DI HATI

Aku masih ingat kejadian setahun yang lalu.
Entah kenapa, waktunya disetting oleh Allah Ta'ala sangat bertepatan sekali. Hari itu aku mendapat kabar bahwa saudara ibuku akan datang mengunjungi kami di Kalimantan.  Kabar yang kuterima pada hari Kamis sore itu, menyenangkan sekaligus membingungkan hatiku. Bagaimana aku tidak bingung, saudara ibuku itu akan datang pada hari Jum'at pagi menggunakan Lion Air dan akan kembali pada Sabtu siang dengan pesawat yang sama. Seumur-umur, mereka belum pernah menjejakkan kaki di Kalimantan jadi bagiku, itu sebuah silaturhami yang sangat berharga. Aku ingin melayani saudara ibuku itu sebab karena kesibukannya, satu keluarga itu hanya menginap satu malam saja di rumahku. Ini hal yang menyenangkan bagiku.

Hal yang membuatku bingung adalah bahwa hari itu, ada pelantikan di kantor. Sesungguhnya, aku tidak peduli, siapa yang akan dilantik untuk naik pada kedudukan setingkat lebih tinggi dari aku dan jajaranku. Yang ada di kepalaku bahwa ini bukan waktunya untuk aku naik jabatan sebab ada banyak kekuranganku untuk duduk dalam jabatan yang lebih tinggi lagi. Saat itu, aku belum mengikuti Diklat Kepemimpinan. Saat itu, yang ada di kepalaku hanyalah menyenangkan hati ibuku dengan cara menjamu saudara beliau sebaik-baiknya. Aku memutuskan untuk ijin, agar aku bisa menjemput dan mencarikan mobil sewaan untuk rombongan satu keluarga itu bisa keliling-keliling di kotaku.

Pagi-pagi sekali, dengan pikiran yang hanya tertuju pada rencanaku itu, aku mengirim sms kepada pimpinanku untuk ijin tidak menghadiri pelantikan. Jawaban dari pimpinanku cukup mengejutkan.

"Saya tidak mengijinkan, anda harus datang di pelantikan hari ini"

 Jawabannya tidak hanya sekali. Justru kalimat kedua membuat perasaanku seperti dilukai.

"Kalau anda tidak hadir, akan saya beri sanksi"

Terus terang, jawaban kedua ini membuat aku menangis. Hanya karena ijin untuk tidak hadir untuk menyenangkan hati orangtuaku, aku akan mendapat sanksi dari pimpinan. Bahkan saya diberi sebutan ANDA, bukan MBAK atau BU seperti yang selama ini beliau lakukan bila menjawab sms aku. Saat itu aku hanya berpikiran, pimpinanku ternyata seorang yang otoriter. Maka dengan airmata di pipi, aku menghadiri pelantikan hari itu.

Aku tidak terlambat dan sempat melihat satu demi satu pegawai kantorku. Dari hasil pengamatanku, sebenarnya ada 3 (tiga) orang yang tidak hadir dalam pelantikan tersebut. Aku tidak tahu, apakah mereka "ijin" seperti aku dan kemudian mendapat ancaman seperti aku. Aku tidak tahu. Yang ada di kepalaku saat itu adalah aku ingin hadir dan secepatnya pulang sebab aku mau buru-buru mencari rental mobil.

Pelantikan berjalan lancar. Itu seremonial yang hanya manusia dilantik dan Tuhannya yang tahu nilai sakral dari pelantikan tersebut. Janji dan sumpah itu bagiku bukan main-main. Sebab kalau tidak didunia ditagihnya maka akan ditagih di akhirat kelak. Subhanallah.

Usai pelantikan, biasanya dilanjutkan dengan pengarahan. Kali ini, ada yang luar biasa dari pengarahan pimpinan di kantorku. Pengarahan tidak dengan buku dan pulpen sesuai dengan tingkat jabatan yang dilantik melainkan dengan membawa pisau dapur.
Astaghfirullah.......aku bertanya, ada apa koq ibu ini membawa pisau dapur ke acara pelantikan ?

Setelah menyimak dengan sungguh-sungguh barulah aku sadar bahwa pelantikan kali ini diwarnai dengan perilaku negatif seseorang yakni dengan mengirimkan sms ke pejabat di pusat. Aku tidak tahu isi sms-nya namun yang aku tahu, sms itu terkait dengan dilantiknya pejabat hari ini. Rupanya, ada yang tidak suka. Wah, mbuh-lah.....aku yang penting pelantikan dengan senjata pisau itu selesai dan bisa secepatnya pulang sebab sms dari rumah kuterima bahwa saudara ibuku sudah sampai di rumah. Sebelum pulang, aku sempat bercerita tentang sulitnya aku mencari mobil rentalan ke teman di ruangan. Bahkan aku sempat membacakan bbm teman lainnya yang hari itu tidak hadir tanpa mendapat ancaman. Barangkali karena dia akan berangkat kegiatan tingkat nasional jadi tidak perlu diancam. Selain itu, aku juga membacakan sms lainnya ke temanku sebelum benar-benar pulang ke rumah.

Terus terang, cerita tentang sms gelap dan pisau itu tidak akan berarti apa-apa bagiku, seandainya pimpinanku membiarkan aku berbahagia dengan saudara-saudaraku yang baru tiba. Tapi sepertinya tidak demikian. Pukul empat sore, aku ditelpon langsung oleh pimpinan, diminta ke kantor sebab ibu ini ingin bicara denganku. Sampai duduk dihadapan pimpinan ini, terus terang aku tidak mempunyai pemikiran apapun kecuali memenuhi panggilannya. Aku betul-betul mulai merasa tidak enak ketika pimpinan ini memulai kalimat inti dari tujuannya memanggil aku. Katanya,

" Terkait dengan sms gelap, terus terang Mbak merupakan orang pertama yang saya curigai sudah  mengirim sms itu karena Mbak orangnya kritis dan sukanya mengkritik....."

Ya Allah......Ya Tuhanku....aku, merupakan urutan pertama sebagai tertuduh pengirim sms gelap karena dipandang paling kritis dan dipandang tidak suka dengan pelantikan hari itu.

Demi Allah yang menciptakan langit dan demi Allah yang menciptakan bumi......tuduhan ini sangat tidak bisa aku terima dan sangat tidak dapat dimaafkan. Siapapun yang mengawali ide menunjukkan jarinya ke aku agar menjadi tertuduh sebagai pengirim sms ke kantor pusat itu sudah bukan manusia lagi namanya.

Pembicaraan itu seperti muntahan kotoran kambing yang teramat bau dihidungku dan bagaikan suara keledai yang paling bodoh ditelingaku. Aku mengartikan, pelantikan dengan membawa pisau itu, tidak ditancapkan kemana-mana melainkan ke hatiku. Ini aku ketahui setelah jauh hari kemudian, ternyata 3 orang yang saat tidak hadir dalam pelantikan itu, tidak diancam sebagaimana aku.

Sambil mengetik ini, airmataku kembali mengalir, luka itu kembali menganga dalam bathinku, perih itu masih terasa dalam benakku. Sakit itu......ditinggalkan begitu saja tanpa ada permintaan maaf apalagi memperbaiki nama baikku.

Aku bingung dan selalu tidak mengerti, kenapa ada orang yang bisa menari diatas linangan airmata orang lain? Mengapa ada orang yang bisa bernyanyi diatas luka hati orang lain. 

Aku tidak mengerti, dimana Tuhan yang selama ini disembahnya setiap lima waktu, dimana malaikat yang diyakininya mencatat setiap amal baik dan amal jahat selama hidupnya ? 

Aku tidak dapat berhitung, seberapa kuat orang itu memanggul beban hidup di akhirat kelak, dengan cara berbuat menjijikan semacam itu.

Adakah yang bisa mengobati perasaanku ? Setiap kali orang-orang di kantorku bicara tentang pelantikan, yang terbayang justru pisau dan kata-kata yang tertancap dalam hatiku.

Setiap mengingat tuduhan itu, airmata ini mengalir tidak bisa dibendung.
DEMI ALLAH TUHAN YANG AKU SEMBAH, AKU MEMANG SUKA MENULIS DAN MENG-KRITISI APAPUN YANG BAGIKU TIDAK TEPAT NAMUN AKU BUKANLAH ORANG HINA YANG TIDAK PUNYA IMAN SEHINGGA HARUS PROTES DENGAN CARA PICISAN DAN KAMPUNGAN YANG JUSTRU MENUNJUKKAN SEBAGAI ORANG IDIOT YAKNI MENGIRIM SMS GELAP !!!

Kepada ibu, yang sudah jelas-jelas menempatkan aku sebagai tertuduh pertama aku mengucapkan terima kasih dan semoga tuduhan itu menjadi cemeti bagiku untuk menjadi orang baik bukan untuk jabatanku melainkan untuk keluargaku. Sebab aku bekerja untuk membantu suamiku mencari nafkah yang menjadi darah daging anak-anakku. Tidak akan aku memberi makan anak-anakku dari airmata siapapun, tidak akan kuberi makan anak-anakku dari caci maki siapapun.

Kepada siapapun yang tega bertindak idiot dan tidak beriman sehingga aku menjadi tertuduh utama, aku mengucapkan terima kasih dan semoga apa yang kalian lakukan mendapat balasan yang terbaik dari Allah Azza Wa Jalla. Yang perlu kalian tahu adalah bodoh kalau tidak berusaha menjadi yang terbaik dalam hal apapun sebab bila hari ini sama dengan kemarin itu sama artinya merugi dalam hidup......itu sebabnya aku selalu berusaha menjadi yang terbaik karena aku tidak ingin menjadi yang bodoh. Adalah tolol kalau menganggap bahwa Allah itu buta,  Allah itu tuli dan  Allah itu bisa ditipu makanya aku tidak akan berbuat tolol dengan meniadakan Allah Ta'ala dalam segala tindakanku.

Tulisan ini, ungkapan yang terpendam dalam hatiku dan hanya Allah Ta'ala dokter dan penguat jiwaku sehingga aku masih bisa bertahan menjadi yang terbaik dalam hidupku bagi keluargaku sampai saat ini. Biar, hanya aku yang menangis lagi setiap mengingat pisau dan tuduhan itu.

MENGEJAR.....JABATAN ???

Dadaku mendesir saat submit surat permohonan mengikuti lelang jabatan eselon II. Sungguhkah aku sedang mengejar jabatan ?????? Untuk menjawa...