Jumat, 22 Februari 2013

CERITAKU


Perkenalkan dulu, namaku Rusda, anak sopir kelotok yang sangat beruntung punya pekerjaan  meskipun  di tingkat desa. Pekerjaanku sebenarnya biasa-biasa saja namun tidak semua orang mau mengerjakan apa yang menjadi tugasku. Datang dari rumah ke rumah, bicara dengan para ibu dan terkadang dengan suami-nya untuk menjelaskan salah satu cara yang harus dilakukan pemerintah agar bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu melalui peningkatan kesejahteraan dalam keluarga. Ah, bahasaku akhirnya seperti para pejabata dan politikus di televisi saja.

Bagiku, tidak soal siapa presiden yang menjabat saat ini sebab usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi mimpi yang dijual oleh setiap orang yang mau menjadi presiden, gubernur, bupati bahkan kepala desa. Yang terpenting bagiku adalah pekerjaanku yang secara nyata mengajak keluarga meningkatkan kesejahteraan melalui dirinya sendiri. Bagiku, pemerintah itu hanya alat. Mereka yang aku datangi itu harus mempergunakan alat itu bila memang benar mau meningkatkan kesejahteraan.

Tolong jangan tertawakan. Pekerjaanku, mengajak keluarga-keluarga ini mengatur jumlah anaknya dan memberikan jarak kelahiran satu anak dengan anak yang lainnya. Aku tidak perduli mereka mempergunakan cara bagaimana untuk mengatur kelahiran anak-anaknya. Aku hanya sering mengatakan dalam bahasa yang mereka mengerti seperti,

"Anak itu memang titipan Tuhan, dan sebagai sesuatu yang dititipkan maka sebagai orangtua ada kewajiban untuk menjaga dan merawat sehingga ketika titipan ini diambil lagi sama Tuhan  maka Tuhan tidak kecewa terhadap kita"

"Aduuuuh, cantik bener anak pertama ibu....jadikan dia perempuan yang sempurna lahir dan bathinnya bu....pelajari cara mengasuh anak dengan baik agar nanti kalau besar nggak menyusahkan kita....ingat masa keemasan pertumbuhan otak anak sampai usia lima tahun jadi agar ibu bisa menididknya sampai usia lima tahun, upayakan nggak hamil dulu ya ???"

"Bapak.....ini ibunya makin seger saja ya....walau sudah dua kali melahirkan.....biar tetep seger dan awet muda, beri kesempatan untuk merawat diri, jangan hanya merawat anak melulu....kalau ibu sehat yang senang bukan hanya Bapak tapi anak-anak juga senang kalau mamahnya selalu punya waktu untuk mereka"

Masih banyak bujuk rayu yang kupergunakan untuk para keluarga itu. Ketika mereka mau menjarangkan kelahiran antar anak satu dengan anak lainnya, atau ketika pasangan suami isteri di desa-ku ini memutuskan untuk punya anak dua saja maka aku beri bonus mereka dengan mengumpulkan ke dalam satu kelompok kegiatan yang bisa menghasilkan keterampilan. Dengan keterampilan itu, mereka bisa memenuhi kebutuhan keluarganya sendiri.

Contohnya indu Niar, anaknya yang paling kecil sudah kelas lima SD jadi tidak perlu ditunggu lagi. Waktu itu aku mengumpulkan indu Niar satu kelompok dengan tujuh ibu-ibu yang lain. Aku punya sedikit pengetahuan yang kudapat dari robekan majalah yang dipake membungkus kaos kaki yang kubeli di pasar minggu. Pengetahuan di robekan kertas itu adalah cara membuat hiasan rambut dari kain perca. Indu Niar dan beberapa ibu lainnya kuajari membuat hiasan rambut itu setelah aku sendiri mempraktekkan dari gagal sampai dengan berhasil. Sepertinya, aku tidak gagal mengajari indu Niar sebab saat ini Indu Niar dan beberapa ibu berhasil menjual hiasan rambut itu di sekolah yang ada di desa.

Untuk modal kegiatan.......aku punya teman di kantor desa yang selalu memberi aku beberapa ribu rupiah bila ada keluarga yang datang ke puskesmas pembantu kemudian dilayani oleh bidan untuk mengatur kelahiran anak satu dengan yang lain. Yang aku dengar dari temanku di Kantor Kepala Desa, itu namanya bermacam-macam, ada suntikan KB, ada pil KB.... Terus terang, aku tidak perduli juga dengan nama obat-obatan yang mereka pakai sebab tujuanku hanya bekerja membantu keluarga-keluarga di desa-ku menjadi sejahtera. Ooooh iya, kembali ke soal modal, uang dari temanku di Kantor Kepala Desa sebagian aku pergunakan untuk beli minuman bila haus ditengah bersepeda guna mengunjungi keluarga-keluarga itu. Sebagian kusimpan. Kadang kuberikan alat untuk praktek keterampilan. Kadang juga kupinjamkan sebagai modal awal ibu-ibu itu. Aku sebut sebagai bonus.

Aku melakukan pekerjaanku sejak tamat SMP. Orangtua-ku yang hanya penjual sate tidak mampu menyekolahkan setinggi mereka yang orangtuanya sangat mampu. Di desaku, anak perempuan memang hanya cukup sampai tamat SMP. Bisa membaca, bisa menulis dan berhitung sudah cukup. Ada sebagian yang langsung dikawinkan. Ada juga yang mencari pekerjaan di desa tetangga. Sedangkan aku, tidak perlu mencari pekerjaan ke desa tetangga sebab di desaku ada petugas baru. Dia masih gadis dan tinggal di rumah dinas puskesmas pembantu, tak jauh dari kantor Kepala Desa. Melalui ibu Kepala Desa, petugas itu meminta aku menemaninya bila berada di rumah dinas tersebut. Hanya dari malam Selasa sampai malam Sabtu sebab di hari Sabtu dia pulang ke rumah orangtuanya dan Senin pagi kembali ke desa.

Petugas itu tidak mau kupanggil dengan sebutan "Ibu" melainkan cukup dengan "Kakak". Alasan yang diberikannya cukup masuk akal.

"Aku kan belum terlalu tua Rusda, jadi panggil aku dengan Kakak Ratih....ya ?"

Aku tidak tinggal bersamanya lagi semenjak dia menikah dan tinggal bersama suami-nya yang bekerja di Kantor Kecamatan. Namun, hubungan kami tidak terputuskan sebab aku diberi pekerjaan olehnya. Alhamdulillah, pekerjaanku dari Kak Ratih lumayan sekali. Setidaknya, orang satu desa mengenalku dan aku mengenal mereka satu per satu. Terkadang bila Kak Ratih meminta aku mengumpulkan ibu-ibu yang sudah kusatukan dalam kelompok dan kemudian kak Ratih bicara dengan mereka tentang Keluarga Berencana, para ibu ini memberi Kak Ratih oleh-oleh sesusai yang mereka punya. Ada yang memberi kacang panjang berikat-ikat. Ada yang memberi lombok hijau, kangkung, rambutan, mempelam.....wah....banyak sekali. Aku juga mendapat sebagiannya. Kadang dari Kak Ratih, tetapi lebih banyak lagi dari ibu-ibu itu ketika aku mengunjungi mereka. Tiga tahun itu kulalui bersama Kak Ratih.

Senang ya, membaca apa yang sudah kulakukan ? Aku meneteskan airmata saat mengingat itu semua. Kak Ratih sudah tidak ada lagi di desa kami sebab dia ikut suaminya pindah ke kota. Tempat yang tidak mungkin aku datangi. Sudah hampir dua tahun ini, Kak Ratih digantikan oleh petugas yang baru. Pertamanya dia baik. Tetapi makin lama semakin menjauh dari aku. Aku, tidak lagi mendapatkan bonus-bonus kecil seperti semasa Kak Ratih ada di desaku. Tetapi, itu tidak menyurutkan langkahku, tidak menghentikan kegiatanku dan juga tidak mengurangi semangatku untuk melakukan pekerjaan yang diberikan Kak Ratih, selama temanku itu bertugas di desa kami. Kepergian Kak ratih berpengaruh sangat besar terhadap orang-orang di desaku. Mereka tidak pernah lagi berkumpul untuk mendapatkan berita-berita dan cerita-cerita baru dari petugas macam Kak Ratih. Ada perpanjangan tangan dari petugas baru itu yang aku susah sekali menghapalkan namanya dan yang ditunjuk isteri-nya Kepala Desa yang baru terpilih. Tetapi yang berkumpul di kelompok itu keluarga-keluarga yang mampu saja. Banyak keluarga yang dulu aku datangi tidak lagi diundang untuk masuk dalam perkumpulan mereka. 

Aku mengelus dada, manusia memang memiliki keterbatasan. Termasuk aku yang hanya tamatan SMP. Mungkin tidak masuk dalam hitungan untuk membantu pemerintah membangun desaku sendiri. Tetapi aku masih bersepeda keliling desa. Masih berbicara dengan keluarga-keluarga lain yang tidak masuk dalam perkumpulan bu Kepala Desa. Alhamdulillah, pelajaran dari Kak Ratih masih banyak diamalkan ibu-ibu itu. Sampai suatu hari, aku dipanggil oleh Isteri Kepala Desa ke rumahnya. Aku tidak terlalu mengenal ibu ini sebab keluarganya memang berasal dari desa kami tetapi mereka sendiri tinggal di kota. Aku agak takut-takut ketika mendatangi rumasnya.

" Rusda, masih suka keliling desa bertemu ibu-ibu ?" tanyanya. Aku memandang sekilas lalu menundukkan kepala.
" Inggih ibu, apakah itu salah ? Kalau ujar pian, ulun sudah tidak boleh lagi, ulun berhenti keliling desa bertemu dengan ibu-ibu lagi ," jawabku. Ulun berarti saya dan pian berarti anda. Wanita cantik itu tertawa sebentar.
" Kada lah Rusda....aku justru handak membawa Rusda untuk membantu kegiatan ibu di desa ini.... Rusda lebih dikenal mereka ketimbang ibu," ujarnya. Beliau tidak menyalahkan aku, jsutru mau mengajak aku. Aku terkejut dan mamandang ke arahnya.

"Besok pagi, datang ke kantor PKK desa....dihiga kantor kepala desa....kita rapat...." lanjutnya sambil tersenyum. Aku, diminta datang ke kantor PKK Desa yang disamping kantor Kades. Wow.... !

Aku mau mengakhiri tulisanku. Manusia memang banyak kekurangannya. Akan saling melengkapi bila kekurangan-kekurangan itu dipadukan untuk tujuannya sama. Aku bertujuan membuat keluarga-keluarga di desaku sejahtera dengan meneruskan peninggalan Kak Ratih. Ibu Dewi yang mengganti Kak Ratih juga bertujuan yang sama tetapi tidak bisa berbuat seperti Kak Ratih, katanya karena ada peraturan yang dikeluarkan oleh Presiden makanya kau sempat dia abaikan. Dari Kak Ratih, Ibu Dewi mengusulkan ke isteri Kepala Desa agar mendudukan aku dalam pengurus Sub PPKBD. Di sini, apa yang aku lakukan akan lebih aman sebab dibawah perlindungan Kepala Desa dan Isteri Kepala Desa, yang Ketua PKK Desa itu.  Aku baru tahu, ternyata Presiden mempengaruhi sampai ke desaku juga. Namun aku tidak perduli, yang penting, aku bisa melakukan pekerjaan yang dulu diberikan oleh Kak Ratih. Hanya saja kali ini, dilindungi Pak Kades dan Ibu Ketua PKK.  

Aku, Rusda, yang lima tahun lalu tamat SMP tidak langsung menikah dan memiliki pekerjaan di desaku. Saat ini, aku sedang menunggu peristiwa yang membahagiakan, dipersunting Abang Adi, mantri Puskesmas Pembantu di desaku yang baru diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil.

Barangkali ceritaku ini bisa diaanggap fiksi. Tetapi yang aku kerjakan dan yang dilakukan Kak Ratih, bukanlah sebuah khayalan.

CERITAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENGEJAR.....JABATAN ???

Dadaku mendesir saat submit surat permohonan mengikuti lelang jabatan eselon II. Sungguhkah aku sedang mengejar jabatan ?????? Untuk menjawa...