Jumat, 03 Februari 2012

PERCEPTION oleh Uniek M. Sari pada 6 Juni 2010 pukul 20:52


Boneka pohon

Pintu kamarku terbuka. Andin muncul dari balik pintu dan langsung naik ke tempat tidur.

“ Ibu baru saja shallat sunnat ya ?” tanyanya sambil meletakkan kepalanya di bantal. Aku tidak menjawab melainkan mendaratkan ciuman ke pipinya yang menebarkan aroma bedak bayi. Dia memang baru mandi.

“ Andin tadi shallat Subuh sama kakak ,” ujarnya kemudian. Sesudah puas kucium kedua pipinya aku meletakkan sajadah dan mukenah yang baru kukenakan di gantungan pakaian yang ada di kamarku.

“ Ya iyalah…kan Andin sudah besar maka dari itu harus mulai belajar shallat ,” jawabku beberapa saat kemudian.

Aku menuju lemari, menyiapkan pakaian kantor untuk hari Senin dan mengambil perlengkapan make-up di lemari. Andin bangkit dari rebahan dan mendekat ke arahku. Dia paling suka melihat warna-warna yang ada di kotak make-up. Matanya yang besar menatap ke arahku yang menaburkan bedak ke wajah. Hemmmm…hemmm…anak perempuanku tanpa berkedip memperhatikan aku berdandan.

“ Ibu ngapain ?” tanyanya kemudian ketika melihat aku memoleskan kuas lipstick ke bibir.

“ Ini namanya lip-setik…lipstick ,” jawabku.

Kulirik sekilas melalui kaca rias di tanganku, mata gadis cilikku mengerjap beberapa kali.

“ Boleh Andin pake liftik Ibu ?” syuuuuurrrr….hatiku berdesir mendengar pertanyaannya.

Hampir saja aku menjawab bahwa dia BELUM BESAR untuk pakai lipstick…. Heheeheheee aku bakal di cap plin-plan dong sebab barusan mengatakan bahwa dia SUDAH BESAR oleh karenanya harus belajar shallat. Aku berhenti berdandan dan memandang ke arahnya sejenak. Andin melontarkan pertanyaan yang sama untuk kedua kalinya.

“ Sini, berdiri di samping Ibu,” ujarku sembari mengulurkan tangan untuk meraih badannya agar turun dari kasur dan menempatkannya persis di sampingku.

“ Nanti, kalau badan Andin sebesar badan Ibu, baru Andin boleh memakai lipstick ,” kataku kemudian. Andin mendongak, kemudian mengangguk lalu kembali naik ke kasur.

“ Kalau sebesar badan kakak ?” si kecil ini berusaha negosiasi. Aku menggeleng.

“ Kalau sebesar badan kakak, Andin harus pintar sekolah dulu, shallat yang benar…kalau badannya sebesar badan Ibu baru boleh pake alat make-up Ibu ,” jawabku lagi. Senyum Andin merekah.

“ Bener ? Boleh ?” kujawab cecaran tanyanya dengan anggukan. Aku kembali berdandan. Andin memainkan kerudung yang akan kupakai.

“ Ibu hari ini sibuk sekali ya ? Mengajar ?”

“ Ibu belum tahu, tetapi yang pasti Ibu harus berangkat pagi karena apel ,” jawabku sambil mengenakan pakaian dinas warna hijau. Tiba-tiba Andin turun dari kasur.

“ Andin mau jadi anak baik, siapkan sepatu Ibu ya ?” ujarnya.

“ Eiiiiit…sepatu yang mana ?” pertanyaanku menghentikan langkahnya.

“ Yang hitam yang begini ni Bu…….” ujarnya sambil menggerakkan tangannya, memberi deskripsi melalui jarinya.

Aku berhenti mengenakan kerudung dan memperhatikannya. Kuminta dia ulangi lagi “gambarannya” karena aku khawatir dia keliru bukan mengambil sepatu melainkan selop. Andin menggambarkan sepatu yang ada dalam benaknya. Kuperhatikan gambarannya dan yaaap... itu sama dengan yang ada di benakku.

“ Oke,” kataku yang langsung disambut dengan teriak gembira dari bibir mungilnya lalu berlari keluar kamar.

Aku menyelesaikan dandanan dan terakhir menyemprotkan Eternity Calvin Klein ke telapak tanganku. Sambil mematikan lampu kamar, aku keluar menyampirkan tas ke bahuku dan mengambil kunci kendaraan. Andin sudah berdiri di pintu. Bergegas aku mendekatinya untuk memasang sepatu.

Uppppppppsssssss…….!!! Aku mundur selangkah. Sepatu itu ! Itu sepatu yang baru aku beli seminggu yang lalu. Aku membeli model seperti itu khusus untuk kegiatan pertemuan-pertemuan atau rapat-rapat dimana kegiatannya cuma duduk doang !!!!!!!!!!

“ Andin tahu sepatu yang Ibu sukai…….,” sambutan Andin melihat kehadiranku menyebabkan aku kembali melangkah maju. Senyum lebarnya yang mengembang mengharuskan aku mengucapkan terima kasih dan tetap memakai sepatu pilihan yang digambarkannya tadi. Bunda yang berdiri di samping Andin tersenyum simpul melihat aku memasang sepatu itu. Beberapa menit kemudian sesudah menciumnya, memeluknya dan mengucapkan salam aku berangkat ke kantor.

Sahabat,

Tahukah…….hari itu aku mengajar dari pukul 9 pagi sampai pukul 4 sore untuk materi dinamika kelompok….. Bayangkan, berdiri selama 7 jam !!!! Kakiku hanya istirahat selama shallat dzuhur di pukul 12.30 dan shallat ashar di pukul 15.45. Hemmmm...hemmmm !!!!

Jadilah jempol-jempol kakiku terhimpit satu sama lain sebab sepatu itu berujung lancip !!!

Subhanallah……persepsi di kepala Andin dan persepsi di kepalaku benar-benar JAUH SEKALI PERBEDAANNYA. Hari itu.....aku harus menanggung akibatnya….. ^_*

Catatanku :

1. Jangan melukai perasaan bocah cilik yang tergambar dalam senyum dan sambutannya sebab itu akan dikenangnya hingga dewasa.
Ketika masih kecil dan tanpa disadari perasaan kita sering dilukai oleh orangtua maka MAAFKANLAH mereka sebab itu akan memudahkan kita untuk mendapatkan maaf dari anak-anak disaat kita (SEBAGAI ORANGTUA) melakukan kesalahan


2. Deskripsi anak-anak tentang sebuah konsep seringkali lebih njelimet dari para orangtua sehingga PERLU KESABARAN untuk memahaminya dengan begitu kita bisa “menyamakan” persepsi tentang satu hal sebelum membuat sebuah keputusan.
Terkadang kekecewaan pada anak terhadap orangtua bermula dari KETIDAKSABARAN untuk menjadi pendengar di saat mereka menyampaikan idea atau pemikirannya...ini juga dapat melukai perasaan anak

3. Ucapan terima kasih, akan membuat anak-anak bangga
Bukan hanya orang dewasa, anak-anak juga ingin dihargai dan ucapan terima kasih serta pujian atas kebaikan atau kebenaran sikap yang mereka lakukan. Lontaran pujian dan terima kasih, sangat mereka harapkan

Catatan ini sekedar share dan jangan berpikir hanya sebatas anak-anak kita di rumah melainkan ada banyak anak yang ada di sekeliling kita. KEBAIKAN SUDAH SEHARUSNYA DISEBARKAN PADA SEKELILING KITA AGAR EFEK POSITIF-NYA BISA MENYEBAR DENGAN SEMPURNA

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENGEJAR.....JABATAN ???

Dadaku mendesir saat submit surat permohonan mengikuti lelang jabatan eselon II. Sungguhkah aku sedang mengejar jabatan ?????? Untuk menjawa...